Gairah Kawula Muda

Mulanya adalah kegiatan iseng cewek muda yang sedang menikmati liburan naik kelas dari sepuluh jadi sebelas. Tiga orang cewek yang sepupuan, Dian dari Bandung, Irna dari Jakarta, dan Dewiu dari Surabaya, sama-sama berlibur di Bali. Waktu itu Irma mengalami demam di pagi hari, padahal tur sudah siap berangkat. Atas dasar solidaritas, dua sepupunya sepakat menemani, sambil memuaskan diri tinggal di hotel yang letaknya di Kuta. Itu lebih menarik daripada keliling Bali sampai makan hari, bukan?

Bagaimanapun, Irma masih lemas, jadi aktivitas mereka terbatas di kamar hotel. Untuk mengisi waktu, Dewi mengeluarkan netbooknya. Wifi hotel jam 10 pagi itu paling cepat karena kebanyakan tamu sedang berjalan-jalan keluar. Iseng, membuka situs kpop, lihat cowok ganteng sambil membicarakan cowok di kota masing-masing. Sampai akhirnya, Dewi punya usul.

“Eh, aku mo lihat bokep ah.” kata Dewi dengan aksen Surabayanya yang medok, “kemaren dikasih tahu alamatnya ama temen, tapi aku ndak berani buka di rumah. Takut ketahuan Mama.”

“Idih, liat gituan…” kata Dian. Irna yang masih pusing pun mendadak bangun dari ranjang. “Mana? Lihat yok. Gue belon pernah.”

Maka, Dewi membuka situs bokep itu. Videonya ada banyak, tapi mereka menyukai tampilan gadis asia, dan mencari pengalaman malam pertama. Itu adalah hal yang membuat sangat penasaran, mencari tahu seperti apa kejadiannya penis masuk ke vagina.

Tapi rasa penasaran itu berkembang terus. Video demi video, dari malam pertama hingga adegan gangbang dan bukake dan ukuran penis sebesar lengan milik orang afrika menerobos vagina gadis filipina yang mungil, mengisi waktu dari pagi, siang, sore, sampai malam. Sepanjang waktu, ketiga gadis itu berbisik-bisik satu sama lain.

“Aduh”
“Gila, muat yah”
“Aku nggak tahu bisa gitu, nek sebesar itu”
“Gelo, ga eneg tuh”
“Kayaknya enak. Rasanya gimana yah?”
“Ehh… udaranya kok jadi panas. AC nya nyala ‘kan?”

Dian menyetel AC sampai paling rendah. Ia lantas membuka t-shirtnya, hanya pakai bh dan celana pendek. Kedua temannya melakukan hal yang sama, dan mereka kembali menonton bokep. Siang itu, untuk pertama kalinya mereka menyadari ada yang berkedut-kedut di selangkangan, dan celana dalam menjadi basah. Tetapi, mereka tidak berani melakukan apa-apa, walaupun sudah menyaksikan beberapa video gadis yang sedang masturbasi. Mereka juga melihat gadis-gadis yang beradegan lesbi, tapi memutuskan hal itu agak keterlaluan, walau untuk sesaat membuat mereka saling memandang dan membandingkan ukuran.

Ketiganya berwajah cantik, dengan rambut hitam sebahu. Tinggi badan pun hampir sama, sekitar 160 cm. Irna mempunyai payudara yang paling besar. Dian mempunyai kulit yang paling putih. Dewi memiliki rambut halus, dan kelihatan juga bulu kakinya, konon gadis berbulu adalah yang paling bernafsu. Memang wajahnya paling bersemu dadu menyaksikan semua itu.

Tapi hari itu berlalu dengan cepat dan pengalaman mendebarkan itu membekas dalam. Setelah keluarga yang lain kembali ke hotel, hanya ada tatapan mata penuh arti yang tersisa dari ketiga dara cantik ini.

Peristiwa hari itu membuat ketiga gadis ini tahu seks, dan diam-diam menyukai seks. Irna, Dian dan Dewi secara rutin memberitahu apa yang satu sama lain lihat dan lakukan, menceritakan tentang si ini kemarin ngentot, dan si itu kemarin dijilat memeknya. Kosa kata mereka juga bertambah dengan istilah kontol dan emut atau nyepong. “Temen gue nyepong pacarnya kemarin ugh!” “Temen aku udah dientot. Katanya sakit. Aku jadi takut” “Kontolnya besar sih. Tapi katanya yang enak itu yang besar ya?” Begitulah kira-kira bbm berlalu lalang di antara mereka di sepanjang kelas dua sma, dengan bahasa dan ungkapan rahasia.

Dewi menjadi yang pertama jatuh cinta, gara-gara menghadapi ujian kenaikan kelas. Ia bukan gadis yang paling pintar, jadi perlu mencari bantuan dari Henry, cowok kurus berkacamata yang paling pintar di kelasnya. Biasanya semua cewek memandang rendah cowok jangkung pendiam yang pendiam ini, yang sepertinya sombong karena kelewat pandai dan serius belajar. Tapi saat mau ujian, Henry jadi nampak menarik, terutama saat Dewi panik. Besok mau ujian, tapi ia sama sekali tidak paham trigonometri ini harus diapain.

Jadi, dengan berbekal kepanikan, Dewi sore-sore naik motor mencari rumah Henry setelah janjian singkat, “Hen, aku ke rumahmu yo? Ora ngerti trigono nihhh… tolongin yah? Jam empat yo? Pliss”

Rumah Henry nampak asri dengan pekarangan yang hijau dengan banyak tanaman. Henry menyambut dengan ramah, mereka berdua lantas duduk di sofa, sambil membuka buku matematika. Hari itu Dewi menemukan Henry adalah cowok yang menyenangkan, sabar, dan banyak pengetahuannya. Kalau ia diam, itu karena ia merasa tidak bisa mengikuti kehebohan teman-teman yang seringkali gak jelas, memilih untuk mengikuti kesenangannya sendiri yang tenang. Bukannya tanpa gairah muda, hanya Henry bisa menguasai diri lebih baik. Dan itu mempesona sang Dewi. Ujian berlalu, namun cinta mulai bersemi di antara keduanya.

Satu hari, Dewi memberitahu kedua gadis sepupunya, “Aku wis ciuman!” Lengkap dengan tanda hati berbunga-bunga.

“Halah, ciuman aja kok rame” jawab Dian
“Yeee, bukan ciuman biasa! Aku nempelin bibir! Terus lidahnya masuk dan nggesek lidahku, rasanya wowww”
“Cuma itu?”
“Lebih! Dia meremas toketku, tapi nggak sakit. Malah geli aku, wuaduh, rasane hebat tenan!”
“Lantas?”
“Aku pegang kontolnya! Gila, Dian, kontole gede tenan!”
“Dilanjut?”
“Ya nggak lah! Habis itu aku dan dia malah takut, jadi berenti, wis pelukan tok. Aku masih perawan kan….”

Tapi malam itu Dewi kembali membuka bokep di netbooknya, memperhatikan dan mengkhayalkan bagaimana jika kontol Henry benar-benar masuk memeknya. Toh ia sudah mendengar cerita teman di kiri kanan tentang pengalaman pertama itu. Menjadi perawan sampai saat nikah bukan lagi jadi keinginan gadis jaman sekarang. Atau, setidaknya bukan keinginan Dewi. Malam itu ia merogoh ke balik celana dalamnya, menggosok bagian yang menjadikannya wanita. Membayangkan bukan tangan, melainkan kontol yang menggosok memeknya, kelentitnya, sampai Dewi terengah-engah dalam orgasme hebat.

Keesokan paginya, Dewi bangun tidur dengan perasaan melayang, antara puas dan hampa. Seluruh tubuhnya terasa lebih peka pada sentuhan, sehingga shower air hangat menggelitik dan merangsangnya cukup hebat. Dewi sekali lagi menyabuni dan menggosok memeknya, yang dengan cepat memberinya orgasme yang cukup kuat. photomemek.com Tapi tidak memuaskan. Ia membayangkan wajah Henry tanpa kacamata, membayangkan penis lelaki yang kekar panjang dalam genggaman. Teteknya berdenyut, putingnya menegang, membuat bh tidak terasa nyaman. Tapi ia harus sekolah, sudah hampir terlambat. Jadi, Dewi menanggalkan bh, memakai seragam, lalu menutupinya dengan rompi rajut berwarna krem. Ia akan mengatakan kalau hari ini kurang enak badan kepada guru piket nanti.

Sepulang sekolah, Dewi menjalankan motornya ke rumah Henry. Ia kini sudah hafal jalannya, hafal di mana tempat tersembunyi menaruh motor, dan di mana pintu belakang, yang dekat dengan tangga kayu menuju ke lantai dua, ke depan pintu kamar kekasihnya. Sesampai di sana, Dewi terengah-engah. Entah mengapa, naik tangga kayu saja terasa melelahkan. Jantungnya berdetak kencang. Ia menginginkan sesuatu yang luar biasa, yang menghantui pikiran selama berminggu-minggu. Dewi tidak tahan lagi. Tapi ia tidak tahu bagaimana, ia seorang gadis, bukan? Ada harga yang harus dijaga, bahkan terhadap laki-laki yang membuatnya gila. Dewi mengetuk. “Henry…” panggilnya lirih.

Henry membuka pintu kamar. Dewi terkesiap, memandang pemuda itu belum memakai baju, tidak berkacamata. Rupanya ia baru mengganti celana panjang abu dengan celana pendek warna biru. Kamarnya gelap.

“Dewi?”
Dewi melangkah masuk ke dalam kegelapan. Henry menutup pintu. Menguncinya. Dewi mendengar suara ‘klik’ itu seperti musik di telinganya.

“Kejutan,” bisik Dewi. Ia melingkarkan tangannya di sekeliling leher Henry, berjinjit menciumnya di bibir. Henry melingkarkan tangannya di pinggang Dewi yang ramping.
“Mmm…. hari ini aku nggak berenti mikirin kamu,” kata Henry senang.
“Aku juga. Kangen.” Dewi mencium lagi. Dalam ruangan yang gelap siang itu, Dewi tidak bisa memandang lelakinya dengan baik, tapi ia bisa merasakan sentuhannya.
“Panas, Hen,” bisiknya. Dewi lantas melepaskan rompi rajut itu, untuk meneruskan pelukannya pada pria yang bertelanjang dada itu.

Seperti tersihir, Henry mencium lebih bernafsu, kini ia mencium belakang telinga, lalu leher Dewi. Gadis itu menggelinjang. Tangan Henry meraba ke dada Dewi, yang putingnya sudah mengeras, sehingga langsung teraba.
“Nggak pakai bh?” bisik Henry.
“Kejutan” balas Dewi.
Henry membuka kancing-kancing seragam Dewi, lalu melepasnya. Tangan Dewi meraih ke belakang, ke pengait dan resleting rok abunya, lalu melepasnya. Henry meneruskan pelukannya, meneruskan ciumannya. Di leher. Turun ke bahu, turun ke dada. Menemukan puncak payudara yang membusung mengeras, putingnya kuat menonjol.

Soal puting ini, Dian dan Irna suka menggoda Dewi. Setiap kali ia hampir datang bulan, dadanya selalu lebih membusung dan putingnya bisa mengeras seharian. Waktu di Bali dulu, puting Dewi keras seharian, dua hari kemudian ia mens. Jadi sekarang Dewi tahu, periodenya hampir datang. Saat aman…. hanya saja, saat ini juga memeknya kering. Kalau di masa subur tengah bulan, memeknya basah seharian sehingga harus pakai panty liner.

Henry terus menciumi kedua puting bergantian, sampai Dewi tidak kuat berdiri. “ke ranjang yuk, sayang…”

Dewi merebahkan diri di ranjang. Kedua kakinya menjuntai ke lantai. Ia mengangkang. Dalam keremangan, Henry memandang celana dalam putih yang masih melekat. Seperti di beri komando, Dewi mengangkat kedua kakinya ke atas, seraya memelorotkan celana dalamnya. Lepas. Gadis itu kembali mengangkang, kakinya menjuntai, dan memeknya terpampang. Berdenyut.

Henry menyentuh kemaluan yang licin itu. Dewi sudah mencukur licin semua bulu jembutnya. Rahasia yang tidak pernah dia katakan, juga tidak kepada Dian dan Irna: ia mencukur bersih semua bulu di tubuhnya. Lelaki itu berlutut di samping ranjangnya, wajahnya hanya berjarak 20 centi dari memek perawan. Ia menarik nafas, mencium wangi yang membuat kontolnya lebih keras dari yang pernah ia alami. Untuk pertana kalinya, ia memandang memek gadis. Untuk pertama kalinya, ia mencium memek gadis.

Henry menyukainya, ia mencium dan menjilat dan menghisap kelentit yang mengeras. Dewi semakin histeris, ia mengerang, mendesah, menyerukan nama Henry dan “I love you” berulang-ulang. Gadis kelas tiga sma ini menginginkan laki-laki itu, lebih dari keinginannya untuk tetap perawan. Tetapi lidah Henry yang menari-nari membuatnya menggelinjang hebat, seperti orgasme yang tidak habis-habisnya. Tapi, Dewi tahu itu bukan orgasme. Itu pendahuluan dari apa yang lebih hebat, sementara memeknya benar-benar basah dan licin dijilati Henry yang juga keasyikan sampai lupa diri.

Akhirnya, Henry merasa kontolnya sakit tertahan celana dalam dan celana pendek, yang biasanya terasa nyaman. Jadi ia berdiri, melepaskan. Ujung penisnya sudah mengeluarkan cairan bening. Dewi mengangkang lebih lebar. Henry naik ke atas tubuh gadis kekasihnya, dalam kegelapan. Ia menurunkan penisnya, kontolnya bersentuhan dengan memek yang basah. Dewi seperti tersengat. Henry juga menahan nafasnya, berusaha mengendalikan nafsunya. Tetapi kekuatan hormon darah muda menguasainya lebih kuat, kebutuhannya untuk mengentot kekasihnya lebih besar. Henry menurunkan pantatnya, kontolnya tergelincir ke samping.

“Sini sayang…” bisik Dewi. Ia meraih kontol panjang besar itu, mengarahkan ujung kepala berhelm yang licin itu di muka memeknya, menyibak bibir bawahnya.

“Tekan sayang….. ooouuuchhhhhhh aahhhhhh!” Dewi tidak bisa menahan suaranya. Ia inginkan itu, membayangkan penis masuk seperti sudah ratusan kali dilihatnya di video bokep. Ia menginginkan, menerima rasa sakit yang katanya menyertai malm pertama. Tapi, kali ini tidak ada rasa sakit yang hebat, hanya sengatan kecil. Rasa enak yang besar. Kontol Henry mula-Mula masuk ekpalanya, lalu setengahnya, lalu semuanya. Lelaki itu terengah-engah di atas Dewi. Mereka terdiam beberapa saat.

Setelah itu, dimulailah gerakan memompa, masuk keluar, makin lama makin cepat. Sampai Dewi benar-benar melayang, merasakan ada kontol memenuhi memeknya, kenikmatannya luar biasa. Ia mengeraskan otot memeknya, mencengkram kuat, dan orgasme hebat. Heney juga tidak tahan, ia membenamkan semua batang kemaluannya, lantas mengeluarkan semua mani di dalam. Semua begitu hebat, berdenyut, dan ruangan yang remang menjadi lebih gelap.

Setelah sepuluh menit, Henry mengangkat tubuhnya dari atas perempuan yang tidak gadis lagi ini. Henry menyalakan lampu kamar. Ia memandang, di bawah, di tepi ranjang, seprainya ternoda darah, bercampur lendir mani dan entah cairan apa lagi. Mulai hari itu, hubungan mereka sudah sangat jauh dan tidak bisa sama seperti sebelumnya lagi.

Malamnya, Dewi tidak sabar memberi tahu kedua sepupunya.
“Aku nggak perawan lagi,” tulis Dewi di bbm, dengan tulisan bersandi. Kedua sepupunya langsung heboh. Mereka ingin tahu, merasa geli, merasa gila. Juga penasaran. Tapi, kedua saudaranya tidak berani lebih jauh, sehingga bulan-bulan berikutnya, hanya Dewi saja yang selalu mengupdate pengalaman seksualnya.

Irna mempunyai rumah yang besar di Jakarta Selatan. Karena besar, jadi bagian paviliun dan sebagian rumah utama dibuat menjadi tempat kost karyawan dan karyawati. Kebanyakan adalah pendatang dari Jawa Tengah, mereka pergi pagi dan pulang malam. Ada dua orang yang masih mahasiswa, yang satu lelaki namanya Andi, satu lagi mahasiswi namanya Lia, tapi ia jarang kelihatan di tempat. Andi, sebaliknya, cukup sering menghabiskan sore dikosnya, dan lama-lama kenal baik dengan Irna. Meskipun demikian, tidak pernah ada ‘rasa’ apapun di antara mereka, selain teman biasa saja.

Irna jarang menemui Andi selain dari basa basi saat bertemu di sore hari. Tetapi kali ini ia cukup kewalahan dengan persiapannya mengikuti Ujian Nasional. Untuk memastikan kelulusan murid, pihak sekolah mengadakan 4 kali tes pra UN, makin lama makin sulit dan rumit. Irna bukan murid yang paling cemerlang, jadi ia kewalahan juga. Apalagi Irna tidak biasa mengikuti bimbingan belajar, karena letaknya lumayan jauh dari rumah. Irna tidak bisa mengendarai kendaraan, selama ini untuk ke sekolah pun ia selalu diantar orang tua. Tubuhnya tidak sekuat temannya yang lain, mudah demam karena ada kelainan sejak lahir. Apalagi sekarang dengan model tubuh yang molek dan wajah cantik seperti artis, orang tua Irna semakin kuatir jika anak gadis mereka pergi dari rumah. Jakarta bukan tempat yang aman untuk gadis cantik yang lemah.

Maka, kesulitan pra UN itu mendorong Irna mencari Andi, yang kuliah di fakultas ekonomi. Ada bahasa Inggris, ada pelajaran matematika, dan akuntansi – Irna ambil jurusan IPS – yang membutuhkan bimbingan. Atas jasanya, Irna mengatur dengan orang tuanya untuk membebaskan uang kos Andi selama masa ujian. Mereka belajar di teras, belajar dengan serius, jadi tidak ada apa-apa yang terjadi.

Demikianlah, pra UN yang pertama berlalu. Lalu yang kedua. Lalu yang ketiga. Sampai di sana, Irna sudah merasa lelah sekali, sehingga sore itu ia pergi dengan teman-teman cewek sekelasnya, diajak nonton bioskop. Irna yang cantik gadis gaul, mana mau tertinggal? Asal ada yang mengantarkan pergi dan pulang, tidak masalah!

Irna cukup cerdas untuk memilih waktu jalan-jalan itu saat kedua orang tuanya pergi ke Medan, Sumatra Utara, untuk berbisnis. Kalau mereka ada di rumah, pasti rumit sekali menjelaskan mengapa jalan-jalan di tengah masa ujian pra UN? Masalahnya, ternyata jalanan Jakarta tidak selancar seharusnya, terutama di musim tak menentu yang mendatangkan hujan lebat di tengah musim kemarau. Dari bubar bioskop jam 7 malam, Irna baru sampai rumah jam setengah sepuluh malam!

Dan besok masih ada ujian pra UN ke empat, dimulai dengan matematika. Dan setelah nonton itu, mendadak Irna jadi lupa. Bagaimana ini?

Apa boleh buat, setelah mandi dan berganti daster Irna membawa bukunya dan berjalan menuju kamar Andi di paviliun. Cowok itu sedang asyik menonton televisi ketika Irna masuk ke dalam kamarnya, yang khas cowok. Untuk pertama kalinya Irna baru memperhatikan: ranjang di pojok, lemari baju di sebelahnya, meja dengan komputer, dan televisi LCD di lantai yang beralas karpet. Ada baju tergeletak di sana, celana panjang di sudut lain, dan ada celana dalam tergeletak di bawah.

“Eh, bentar…” Andi mebereskan pakaiannya yang berserakan. Tak urung Irna membatin dalam hati…apakah cowok ini tidak pakai celana dalam? Yah, dia bisa berpakaian apa saja yang ia mau. Salahnya Irna, kenapa datang malam-malam begini.

“Kak Andi, tolongin dong… besok matematika…”
“Lho, kok baru belajar? Baru pulang ya?” Andi memperhatikan Irna yang jelas kelihatan baru mandi. Tapi, ia tidak berkomentar lebih jauh dan mengajak Irna ke meja. Irna duduk di kursi, Andi duduk di ranjang, dan mulai mengajarinya, serius seperti biasa.

Baru seperempat jam belajar, hujan turun dengan sangat lebat. Aduh, gerutu Irna, ini kan paviliun, jadi kalau mau kembali harus melalui hujan lebat. Payung memang ada, tapi tetap saja celana basah kalau hujannya selebat ini.

Hujan semakin lebat, lalu dimulailah petir menggelegar. Yang pertama begitu mengagetkan sehingga Irna jadi pucat pasi, kepalanya mendadak pusing. Mereka masih berusaha belajar matematika lebih banyak, tapi tiba-tiba ada gelegar sekali lagi yang lebih keras, dan mendadak ruangan itu gelap gulita. Irna yang sudah merasa takut langsung melompat ke arah Andi, meringkuk takut di ranjang, di sebelah cowok itu.

“Kak…. takut…”
“Duh, udah gede, udah mo lulus sma masih takut?”
“Beneran, takut….” suara Irna terisak.
Andi memeluk gadis yang ketakutan dalam gelap kamar, di atas ranjangnya. Hujan semakin lebat dan petir semakin banyak menyambar. Angin bertiup keras mengguncang dahan pohon, bergemeresekan, suaranya memang terdengar menyeramkan. Irna semakin kuat memeluk Andi, tiba-tiba menyadari betapa tegap dan kekarnya laki-laki ini.

Andi juga mendekap dan merasakan payudara gadis ini besar, bulat, dan kencang. Dalm kegelapan, ia juga menjadi lebih peka mencium wangi tubuh Irna yang segar sehabis mandi. Segar dan feminin. Tiba-tiba, untuk pertama kalinya Andi tergoda untuk mencium pipi gadis ini. Mencium keningnya, dalam dekapan yang menenangkan.

Ciuman itu membangkitkan sesuatu yang lain dalam diri Irna. Tiba-tiba, ia mengingat pengalaman Dewi. Rasa penasarannya. Video bokep yang mereka tonton dahulu. Irna meraba tangan kekar Andi. Membayangkan seperti apa kontolnya? Irna mulai melupakan badai yang ada di luar, karena dalam dirinya berkecamuk badai yang lain.

Irna memeluk Andi lebih kencang, menekankan dadanya ke dada laki-laki itu. Tangan kanannya bergerak di bawah, seperti tidak sengaja, meraba selangkangan Andi. Merasakan tonjolan daging keras, penis. Andi benar tidak pakai celana dalam! Kesadaran ini membuat Irna makin birahi. Ia merasa sehat. Ia ingin menikmati lebih dari ini.

Untuk sesaat Irna bimbang. Cowok ini bahkan bukan pacarnya, walaupun selama ini ia mengaguminya. Pandai. Ganteng. Sopan. Walau, kali ini ia terlalu sopan karena hanya mencium kening dan pipi. Jadi, Irna yang mengambil inisiatif. Ia mencium bibir Andi, tepat di tengahnya. Dalam kegelapan, hal ini mebutuhkan insting yang kuat… dan Irna cukup terangsang untuk melempar ciuman dengan tepat.

Dengan dibungkus kegelapan, kedua insan ini mulai menyalakan badai gairah mereka. Andi tidak lagi mendekap untuk menenangkan, melainkan untuk mencumbu. Melepaskan hasrat kedagingan, yang membuat kulit ingin bersentuhan dengan kulit, bahkan di area yang paling intim. Dengan suara guruh yang bertalu-talu, denyut jantung semakin terpacu dan nafas memburu.

“Ohh Kaakk… enakkk lagi….” ketika Andi mencium lehernya. Irna melepas daster bagian atasnya, karena daster itu terpisah jadi dua bagian. Terbukalah dadanya, bahunya. Irna tidak pernah memikirkan bahunya sebagai bagian yang erotis, sampai Andi mengecup dan mengulumnya. Gadis itu semakin terbakar. Lelaki itu semakin berani. Tali bh dilepaskannya. Kait bh dilepaskannya.

Untuk pertama kalinya, kedua tetek yang bulat besar kencang itu terpampang dimuka seorang pria. Irna memejamkan matanya ketika Andi mulai menggarap teteknya dengan nafsu senakin besar, desahannya berpacu dengan guruh dan deras suara hujan. Kedua insan muda itu seperti kesetanan, dan tahu-tahu, entah bagaimana dalam kegelapan, mereka berdua sudah bertelanjang bulat.

Karena lampu mati, AC mati, dan ruangan pun mulai terasa lebih hangat. Andi dan Irna sama-sama mulai berkeringat. Kontol Andi tidak terlalu besar, tapi keras sekali dan ujungnya sudah berlendir licin. Memek Irna juga sama, basah. Ujungnya penis bergerak menggosok-gosok bibir kemaluan, klitoris alias kelentit, dan semuanya membuat Irna menggelinjang hebat. Ini adalah pengalaman yang tidak terbayangkan, tak pernah terpikirkan. Agak menakutkan.

“Kaak… pelan… gue belon pernah…”
Andi jadi ragu-ragu.
“Tapi terusin… Gue penasaran. Enak banget…”
Andi mendapat lampu hijau. Malam itu, ia tidak bermimpi akan tidur dengan perawan… dan sebenarnya, ia tidak pernah tidur dengan perempuan. Malam ini akan menjadi malam pertamanya juga.

Andi memasukkan batang kemaluannya, menerobos masuk, merobek selaput dara. Irna menjerit karena kaget, nyeri. Tetapi ada perasaan lain, ingin disetubuhi. Lebih dalam, Irna menarik Andi memasuki tubuhnya lebih dalam. Memeknya mencengkram erat, memberi kenikmatan seperti yang hanya bisa diberikan perawan, yaitu keniknatan yang dibayar dengan rasa perih dan nyeri.

Andi tidak tahan lagi.
“Aku… mau keluar…”
“Di luar Kak! Please….”
Andi mencabut kontolnya pada detik terakhir, menumpahkan semua spermanya di perut, sampai membasahi kedua payudara Irna. Banyak. Lengket. Sementara itu, hujan mulai mereda dan guruh dan petir tidak ada lagi.

“Kak…” mendadak Irna menyesal, kehilangan dengan cara begini.
“Irna…” Andi merasa beban berat jatuh di atas pundaknya. Ia tidak pernah bermimpi akan menggagahi anak pemilik kost. Tetapi, apa boleh buat. Irna dan Andi sepakat untuk menyimpan hari itu bagi mereka berdua. Sebagai gantinya, mereka sepakat untuk jadian pacaran mulai sekarang, dan menanti sampai nikah baru ngeseks lagi. Tapi, siapa tahu?,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts