Cinta kilat gay Jakarta – 1

Cinta kilat gay Jakarta – 1

Siang yang terik. Setengah berlari aku menyeberang dari Kwitang menuju Atrium. Sesudah tasku diperiksa Satpam, takut bawa bom, aku masuk tirai angin dan ‘nyess’ duh, sejuknya Atrium disiang hari. Aku langsung menuju toilet. Sejak di metro mini tadi aku sudah sangat kebelet.

Dengan setengah berdesakan aku bisa mengasongkan kontolku ke mulut urinoir untuk melepaskan kebeletku. Dengan diawali bergidik karena lepasnya tekanan kebelet aku membuang banyak air seniku. Tiba-tiba seorang pria setengah baya di sampingku melongok melihati kontolku. Ah.. Aku jadi ingat. Bukankah di Atrium ini banyak berkeliaran kaum ‘gay’. Mungkin pria ini salah satu dari mereka. Aku acuh melihati mukanya. Dia melihatiku sambil berbisik,

“Boleh diisep?”, sambil melempar lirikkan matanya ke arah belakangku. Alisku berkernyit. Apa maksudmu?

Dia mengancingkan celananya kemudian bergerak menuju salah satu kamar WC yang berderet di belakang kami. Masuk dan menutup pintunya setengah.

Pria itu muda, lebih muda dari aku. Dan cukup cakep, juga kupastikan lebih cakep dari aku, mungkin aku melihatnya hampir mirip Syahrul Gunawan yang bintang sinetron itu. Aku sedikit tegang dan penasaran. Aku yakin dia sedang menunggu aku.

Dengan sedikit bergetar aku melangkah memasuki WC itu. Hitunganku tak mungkin dia mencelakanku mengingat posturku jauh lebih macho dari posturnya.

Begitu aku masuk kulihat dia telah duduk di kloset yang tertutup. Artinya dia memang menunggu aku. Dan tanpa minta ijin tangannya langsung meraih kemudian membuka ikat pinggangku, menarik resluiting celanaku dan dari celana dalamku dia merogoh keluar kontolku yang ngaceng. Memang sejak terpikir olehku bahwa aku sedang berhadapan dengan gay, kontolku telah mulai ngaceng.

“Duuhh.. Gedenya mass.. Tak isepi yaa..”, dia mendongak bertanya sambil menganga. Dan tanpa menunggu jawabanku mulutnya mulai menjilati kemaluanku.

Perasaanku seperti disergap stroom listrik. Sentuhan lidahnya pada ujung penisku mengingatkan pada pacarku beberapa waktu lalu yang suka sekali mengulum kontolku. Aku mendesis.

Kulihat bibir dan lidahnya demikian serasi iramanya dalam menjilat serta mengecupi ujung kontolku ini. Lidahnya menyapu tepian topi baja kemudian menusuki lubang kencingnya dan bibirnya cepat mengecup atau menyedot rasa asin atau lendir yang bisa ditangkapnya. Gerakan kepalanya menunjukkan intens-nya mengolah jilatan dan isepannya itu.

Kedua tangan pria ini merogoh masuk ke dalam celanaku untuk meraih bukit pantatku. Dan ketika dia mulai mengulum dan memompakan mulutnya ke kontolku tangan-tangannya menarik maju mundur pantatku.

“Mmllmm.. Mmllpp.. Mmllmm..”, demikian suara yang keluar dari mulutnya yang sesak oleh batang kontolku. Dan tak kupungkiri hasrat syahwatku meledak. Aku langsung terjebak dalam pusaran nikmat penuh kejutan. Baru kali ini seorang yang secakep Syahrul Gunawan mengisepi kontolku. Kuraih kepalanya dan kuremasi rambutnya. Aku menahan gelegak nafsuku. Dan aku berharap gelegak ini cepat kulewati dengan muncratnya spermaku. Kini aku juga mengayun-ayunkan pantatku. Aku ngentot mulut Syahrul Gunawan imitasi ini hingga desakkan spermaku tak mampu kutahan lagi. Saat hendak muncrat aku ragu,

“Mau muncrat nih..,..”, dia mengangguk-angguk sambil terus memompakan mulutnya,
“Heehh.. Heeeecchh.. Hheecchh”.

Tak ayal kulepaskan desakan spermaku. Kontolku berkedut keras dan menembakkan peluru kental panas ke mulut Syahrul. Dduuhh.. Begitu banyak aku mengeluarkan pejuh.. Dan kulihat betapa rakus Syahrul ini..

Dia sedot terus dan kunyah-kunyah sperma kentalku. Aku tak melihat ada yang tercecer. Seluruh spermaku diminumnya. Dia bangkit sambil mengucapkan terima kasih padaku.

“Enak sekali pejuhnya mass.. Trim’s ya..”.

Sementara aku membetulkan celanaku pria muda ini sudah menyelinap keluar pintu. Aku baru sadar.. Lhoo.. Kok?

Liga Indonesia di Sogo

Bulan ini ada kompetisi bola untuk memperebutkan Liga Indonesia. Kami semua maniak bola, walaupun tak pernah menang dalam arena dunia. Siang itu aku istirahat makan di Happy Times Sogo Thamrin. Aku suka masakan Thailand yang pedas yang ada di sini.

Ternyata restoran serba ada ini penuh sesak tak seperti biasanya. Oo.. Aku tahu.. Banyak pendatang dari luar Jakarta yang rame-rame makan di sini. Melihat kostumnya yang seragam dan beragam-ragam, mereka adalah para pemain bola dari berbagai daerah. Mungkin official mereka memberikan kesempatan sedikit longgar latihan dan bebas makan sesuai pilihan. Tak apalah.. Aku hanya perlu sedikit bersabar untuk antre.

Saat melihat-lihat ke beberapa meja mataku bertumbuk pandang dengan seseorang yang juga belum kebagian makanan. Kelihatannya sejak tadi dia memaku pandangannya padaku. Melihat teman-teman semejanya aku yakin ini orang rombongan dari daerah Indonesia Timur. Entah Maluku atau Irian atau Sumba. Dan kini tampak olehku dia tersenyum kemudian mengangkat alisnya. Secara reflek aku membalas senyumnya. Adakah dia kenal padaku?

Dengan penuh percaya diri dia terus memandangi aku kemudian bangkit dari kursinya untuk beranjak. Kupikir dia akan menghampiriku. Ternyata tidak. Dia berjalan lurus ke arah toilet sambil sekali lagi mengangkat alisnya untukku. Aku jadi penasaran. Kuikuti dia.

Aku perhatikan postur lelaki kehitaman ini. Bercelana pendek dengan T-Shirt kesebelasannya nampaknya dia tidak tinggi, mungkin hanya sekitar 165 cm. Namun kekar dan pahanya sangat khas menunjukkan bahwa dia adalah seorang pemain bola.

Pemain bola ini masuk ke toilet dan langsung menuju deretan urinoir untuk kencing. Aku menyusul tepat di samping kirinya. Dia menyapa aku dengan, “Hai”, yang kujawab dengan “Hai”, pula. Ternyata kami tidak saling kenal. Mungkin pandangan tadi tidak ditujukan untukku.

Kami sama-sama menarik kancing celana dan mengeluarkan penis untuk kencing. Saat itulah aku melihat penyimpangannya. Tanpa sungkan dan malu dia melihati kemaluanku. Dan tanpa kusengaja aku melihat dia dan melihat kemaluannya pula. Dia tersenyum senang. Tampaknya hal itu sangat penting baginya. Bahkan nampaknya memang itulah tujuannya.

Aku melihat penisnya yang sangat luar biasa untuk ukuranku. Penis yang tidak disunat itu tidak atau belum ngaceng namun ukurannya begitu besar. Dia acung-acungkan penisnya ke arahku sambil terus melihati penisku. Dan pada detik berikutnya dia melihati wajahku sambil kembali mengangkat alisnya. Akhirnya aku menyadari bahwa aku sedang menghadapi kawan yang mengajak bercinta sesama lelaki. Dia tertarik padaku.

“Dari mana Mas?”, dia memulai bicara.
“Saya orang sini saja. Lagi istirahat makan siang”, aku jadi ingin tahu, apa yang akan dia perbuat selanjutnya.
“Mas orang cina ya? Kulitnya putih. Tuh.. Kontolnya juga putih dan.. Bersih”.

Mendengar lancarnya berkata vulgar aku yakin orang ini sudah banyak pengalaman dalam hal seperti ini. Aku hanya tersenyum. Dan aku melihat kontol dia semakin mengembang, tegang dan kaku.

Dan citranya menjadi sungguh luar biasa. Aku bandingkan sama panjang dengan sisi ubin keramik di dinding yang 20 cm-an. Garis tengah bulatannya bisa jadi sekitar 6 cm. Aku belum pernah melihat kontol segede itu kecuali kontol Negro di VCD porno. Ternyata dia sama sekali tidak kencing. Tangannya hanya mengelus-elus dan memijit penisnya hingga semakin terbangun besar sebagaimana yang aku lihat sekarang ini. Karena aku nampak tertegun, dia bertanya..

“Suka kontol saya ya?”, dia pikir aku sama dengan dia, sama-sama suka kontol.
“Saya suka kontol Mas yang putih bersih itu. Boleh aku menciumnya? Boleh aku mengisepnya?”, omongannya yang terakhir ini membuat aku kaget terpana.

Aku membayangkan lelaki hitam ini mengemut-emut kontolku. Aku belum pernah merasakan kontolku di emut-emut. Bahkan oleh istriku sendiri. Dia akan merasa jijik apabila kejadian bibirnya tersentuh kontolku. Dia bayangkan kontolku berkaitan dengan air kencingku, dan bibirnya yang tersentuh kontolku berarti tersentuh air kencingku.

Namun kuakui di pihak aku selama ini ingin sekali ada cewek yang mau mencium atau mengisep kontolku ini. Itu mungkin aku bisa dapatkan dengan cara melacur. Tetapi, aku tak pernah berpikir ke sana. Nggak sehat. Dan kini tiba-tiba ada orang, walaupun orang lelaki, yang ingin menciumi dan mengemuti kontolku. Mukaku terasa memerah. Gagasan erotis lelaki ini mengusik hasrat birahiku. Aku terkejut ketika mendengar dia mengulangi pertanyaannya..

“Bagaimana Mas, Boleh..?”,
“Dimana?”. Ahh.. Aku kaget sendiri dengan jawaban balikku. Artinya bahwa aku mau pada tawarannya. Aku membolehkan di mengisep kontolku. Benarkah..?
“Di kamar WC”, mukanya menunjuk kearah deretan WC di ruang toilet itu. Woo.. Tentu aku nggak mau. Adakah aku akan menarik persetujuanku. Bimbang? Ragu? Takut?
“Nanti ketahuan Satpam ah..”, aku cari jalan keluar untuk bilang ‘tidak’.
“Nggak usah khawatir. Satpam aku kasih Rp. 100 ribu juga diam. Bahkan akan mengamankan kita dari gangguan lainnya”, dia tunjukkan selembar ratusan ribu rupiah, yang artinya dialah yang akan bayar apabila terjadi apa yang aku takutkan. Aku pikir ada benarnya.
“Ayoo..”, kali ini ajakannya tegas.

Tanpa menunggu reaksi saya dia langsung melangkah ke salah satu WC itu. Dia menutup pintu setengahnya menunggu aku menyusulnya. Sepertinya aku terpojok. Namun akhirnya seperti kerbau yang dicocok hidungnya, dengan jantungku berdegap-degup keras aku menyusul masuk ke WC itu. Lelaki hitam itu langsung dengan menutup dan menguncinya. Dia mengangkat jarinya ke bibirnya sebagai isyarat agar jangan berisik.

Dia lantas duduk di kloset tertutup dan tangannya meraih kancing celanaku. Melepasnya dan mengeluarkan kontolku dari celana dalamku. Dalam ketegangan takut ketangkap basah justru kontolku ngaceng sekali. Dia amati kemudian mendekatkan mulutnya. Dia mengulum kontolku. Praktis sekali.

Perasaanku langsung ‘nyuutt..’ uuhh.. Nikmatnya sampai ke-ubun-ubun. Baru pertama kali ini kontolku dikulum orang. Aku melihati bibir dan lidah si Hitam ini. Uuhh.. Lincah sekali. Dan hasilnya nikmat sekali. Aku mendesah-desah seperti orang kepedesan cabe.

Dia mulai memompakan mulutnya pada kontolku. Aku semakin blingsatan. Nikmat tak terkira melanda sanubariku. Secara refleks aku memegang kepala si Hitam. Tanganku mengikuti maju mundurnya. Saat kenikmatan itu semakin mencekam, secara refleks pula pantatku maju mundur mendorong tarikkan kontolku. Gerakan-gerakan ini semua berhasil menggiring air maniku untuk keluar. Aku nggak bisa menahannya. Aku bingung, berkata nggak sama si Hitam ini..?

“Hey.. Aku mau keluar nih..”, aku berbisik.

Dia mengangguk-angguk setuju. Dan aku memang tak mau menahannya lagi hingga kuremas kepala si Hitam. Air maniku keluar banyak sekali di mulutnya. Dia terus saja mengisep. Dia telan semua lendirku. Aku heran, dia bisa. Aku pikir selesailah. Aku memasukkan kembali kontolku, membetulkan kancing celana dan langsung mau keluar. Tetapi dia menahan tanganku dan berbisik,

“Tolongin aku dulu dong. Aku juga ingin keluar nih”, sambil berganti posisi, dia menyuruh aku untuk duduk di kloset. Tapi aku nggak mau.
“Aku nggak nyuruh kamu mengisep kontol. Aku cuma mau ngeliatin kamu supaya terangsang dan cepet keluar”. Oo.., begitu rupanya.

Aku lantas duduk. Dia mengeluarkan kontolnya yang sudah ngaceng dari tadi. Dia mengocoknya persis di depan mukaku. Jadi mau atau tidak mau aku menyaksikan kontolnya begitu dekat dengan mukaku. Hidungku mencium aroma kontolnya.

Sungguh spektakuler. Kontol si Hitam ini demikian besar dan panjangnya. Mungkin punyaku hanya sepertiganya. Tangannya mengelus-elus maju mundur sepanjang batangnya. Entah disengaja atau tidak beberapa kali kontol itu menyenggol mukaku. Mungkin dia semakin terangsang dengan cara begitu. Aku akan membantunya agar cepat keluar dan aku lekas terbebas dari urusan menegangkan ini.

Bersambung…,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts