Bali The Heaven On The Earth

CERITA SEX GAY,,,,,,
26 Desember 2010
Pagi-pagi Tante Ida menelpon dari Jakarta :”Man, anak lelaki sahabat Tante di Denver nanti mendarat jam 11 siang, mau liburan di Bali, maaf ya ! dadakan ! Tante sibuk, lupa kasih tau, nanti sekalian ke kantor, Tante transfer ke rekening BCA kamu buat uang pegangan……” dan seterusnya…..ia memborong bicara, padahal aku masih ngantuk ! bayangkan aku baru tidur jam 2 dan jam 6 pagi Tante saya sudah telpon, lagi pula jadwal saya hari itu sudah padat. Inti pembicaraannya ; Tante saya sewaktu sekolah di New York punya sahabat Jepang yang menikah dengan pria Yunani tapi warga negara Amerika Serikat. Anaknya itu sekarang sudah berumur 18 tahun dan mau berlibur di Bali sendirian dan aku harus menjemputnya. Saya sempat bertanya pada Tante Ida :”Orangnya kayak apa Tante ?” jawaban Tante Ida semakin membuat jengkel :”Ya gitu deh, lucu…..peranakan Jepang Amerika, matanya sipit, terakhir ketemu dia waktu umur 10 tahun, mungkin kayak Richard Geere, tulis aja namanya dipapan biar dia nyamperin kamu !”
Jam 10 pagi saya berangkat ke Airport, dari di Ubud ke Ngurah Rai hanya satu jam, waktu itu masih ada penerbangan langsung Jkt-Dps-Hon-Lax pp dengan Garuda. Saya membayangkan duduk di pesawat nonstop dari Denver ke Denpasar selama 24 jam bisa membuat pantat mau lepas. Sambil menyetir saya berpikir menjadwal ulang janji-janji hari itu, yang jelas jadwal saya kacau balau.Dalam hati saya menyumpah-nyumpah, setiba di Airport saya menulis nama ‘Alexandre Niarchos’ di atas karton tebal. Jam 11.30 seharusnya pesawat mendarat, tetapi ada pengumuman pesawat Garuda dari Los Angeles terlambat satu jam, setelah satu jam pengumuman lagi, pesawat Garuda tersebut terlambat lagi 20 menit, setelah itu pengumuman lagi pesawat Garuda akan tiba jam 14.20 ! Betapa jengkel hati saya, sudah bikin jadwal saya berantakan, sekarang terlambat mendarat, jadwal saya semakin nggak karu-karuan. Makan siang saja sudah nggak sempat. Perut saya keroncongan, membingungkan, mau ditinggal makan sebentar lagi datang. Saya memandang karton tebal bertulis nama Alexandre Niarchos dengan kesal saya balik karton tersebut, dibelakangnya saya tulis nama ‘Gandhi’
Jam 14.30 barulah pesawat Garuda keparat itu mendarat, saya sudah malas berdiri di depan pintu menunggu tamu yang saya jemput, saya duduk minum coca cola dan merokok di sekitar gerbang penjemputan, tapi papan nama dari karton sengaja saya geletakan dengan tulisan Alexandre Niarchos di samping saya. Kira-kira 40 menit kemudian ada seorang anak bule menghampiri saya. Aje gile…mukanya memang benar persis Richard Geere waktu muda, malah lebih ganteng ! hanya rambutnya hitam legam, badannya meski atletis hanya setinggi saya juga, paling-paling 1.67 cm. Anak itu menunjuk namanya di atas papan karton, wajahnya kelihatan lega. “Saya Alexandre !” kata si bule itu. Saya pura-pura acuh dan membalik papan karton itu : “Saya menjemput ini….. Gandhi !” kata saya. (semua percakapan dalam bahasa Inggris). Bule itu kelihatan heran dan kecewa :”Tapi itu nama saya, Alexandre Niarchos ! kamu dapat papan ini dari mana ?” tanya bule itu dengan nada sedih. Saya menjawab :” Dari situ, di atas kursi” tangan saya asal menunjuk. Anak bule itu lantas pergi mencari-cari wartel, sepertinya dia menelpon Tante saya di Jakarta. Tak lama ia keluar dari wartel dan melewati saya menuju pintu penjemputan, ia berdiri lama di sana. Kemudian ia balik lagi masuk wartel dan kemudian mendatangi saya lagi “Kamu lihat nggak orang yang bawa papan tadi ?” ia bertanya, saya memandangnya seolah tanpa dosa :”Nggak, nggak liat, memang ada apa ? penjemputmu nggak datang ya ?” Bule itu menarik nafas panjang, kemudian ia duduk di sebelah saya “Ya, seharusnya ada yang menjemput, tapi pesawat Garuda terlambat, pasti dia sudah pulang ! tai..tai…sialan !” gerutunya. Saya pura-pura baik hati dan bertanya : ”Memang yang menjemput kamu tinggal di mana ? mungkin bisa saya antarkan !” Anak bule itu memandang saya dengan curiga lantas ia menjawab agak ketus :”Penjemput saya tinggal di Ubud, saya ada alamatnya, kalau dia tidak muncul sampai jam 17.00 saya musti ke sana, yang jelas bukan dengan kamu, karena saya tidak kenal kamu siapa !”
Sejujurnya saya masih menyimpan rasa jengkel, jadwal kacau, nunggu kelamaan dan kelaparan, tapi melihat anak bule ini mukanya ganteng-lucu jadi timbul rasa ingin balas dendam kejengkelan saya sekaligus timbul rasa kasihan. Setelah mendengar kata-katanya saya bilang begini :”Saya rasa saat ini kamu hanya kenal saya, apa kamu sudah kenal sopir taxi di sini ? kebetulan orang yang saya jemput juga nggak datang dan saya harus ke Ubud, kalau mau saya antar gratis, daripada bayar 100 ribu !” lantas saya diam saja seolah-olah tidak perduli dengan dia.
Jam 17.00 tepat anak itu kembali ke wartel, lantas ia keluar dan menghampiri taxi Bandara, tak lama kemudian ia mendatangi saya “Musti bayar kamu berapa untuk antar saya ke Ubud ?” ia bertanya, saya hanya menatapnya “Mau bayar boleh, nggak bayar juga boleh, sudahlah saya mau pergi sekarang, mau ikut silahkan, nggak mau ya nggak apa-apa !” jawab saya sambil ngeloyor. Baru 5 langkah berjalan anak itu mengejar saya dengan bawaannya. “Ya, saya ikut, tolong antar ! saya kasih kamu isi bensin 10 liter, tapi belinya sama-sama !” ia berseru dari belakang. Sampai di mobil, ia memasukkan barangnya dan duduk di kursi belakang, dalam hati saya “kurang ajar betul anak ini, liat cara saya membalas dendam !” Saya duduk sendirian di depan sambil menyetir, bule muda itu memandang indahnya daerah Tuban dari jendela belakang. Saya tidak langsung ke Ubud, tapi saya pergi ke Warung Made di Seminyak, langsung parkir, si bule muda pikir sudah sampai di Ubud, jadi ia ikut turun, semua barangnya diangkut. Dengan tenang saya masuk dan duduk memesan makanan dan minuman, si bule kelihatan bicara dengan seseorang di kasir, tak lama ia mendatangi saya :”Eh, ini bukan Ubud, katanya masih jauh, ngapain kita di sini ?” katanya dengan nada marah, saya memandangnya “Saya kelaparan nunggu tamu saya berjam-jam nggak sempat makan, duduk saja kita makan dulu, setelah itu baru ke Ubud !” Tiada pilihan baginya selain ikut duduk dan ikut makan, suasana Warung Made yang nyaman dan menyenangkan terlebih dengan tamu-tamu yang wajahnya ramah dan baik-baik membuat bule muda ini ikut nyaman. Ia mulai memperkenalkan dirinya :”Eh…nama saya sudah tau khan ? yang di papan nama tadi, Alexandre Niarchos….panggil Alex, namamu siapa ? dan nanti yang bayar ini semua siapa ? saya bayar makanan saya sendiri ya !” katanya terus terang. Saya mengulurkan tangan :”Nama saya Herman, kamu asal dari mana ?” tanya saya. Alex memandang mata saya :”Kenapa muka saya aneh ? saya asalnya dari Denver tapi saya kuliah di Purdue !” jawabnya, saya balas memandangnya :”Wah, Purdue ! hebat donk, fakultas apa ? ada beberapa sepupu dan keponakan saya di sana !” saya meneruskan, Alex kelihatan bangga, ia lantas mengatakan :”Kamu tau Purdue ya ? saya tehnik kimia, nama sepupumu siapa ? pasti bisa saya cari !” Tanya jawab dan obrolan singkat mencairkan suasana diantara kami, selesai makan kami melanjutkan perjalanan ke Ubud, dia pindah duduk di depan. Saya menghindari lewat pantai, sore begitu, jalan sesak dan macet, lain waktu saya akan ajak Alex jalan-jalan ke pantai Kuta.
Hari sudah gelap ketika kami memasuki Ubud, Alex menunjukan alamat, yang sebetulnya alamat saya sendiri. Mobil saya hentikan di depan Ary’s Warung, Alex memberi saya uang, tapi saya menolaknya, ia menutup pintu dan mengatakan :”Herman, sorry ya mungkin tadi saya agak kasar, tapi terima kasih saya benar-benar tulus, semoga bisa bertemu lagi !” saya melambaikan tangan dan memarkir mobil kira-kira hanya 12 meter dari Ary’s Warung. Saya ingin tahu apa yang akan terjadi, tentunya Alex mencari dan menanyakan nama saya kepada pegawai di tempat ia berhenti tadi. Ary’s Warung adalah tempat makan yang elok, ditata penuh selera, makanannyapun bagus. Sebetulnya saya tidak tinggal di situ, tetapi hampir setiap sore saya nongkrong di situ, semua orang sudah mengenal saya dengan baik.
Langkah saya santai saja, masuk Ary’s Warung, serta merta pegawai-pegawai di situ memanggil saya, “Mas Herman, ini ada bule mencari !”……..pegawai yang lain menghampiri Alex yang duduk di bar sambil menunjuk saya dan berkata padanya “Itu dia si Herman yang kamu cari !” Tak disangka tak diduga Alex seketika berdiri dan langsung menampar muka saya dengan keras :”Nggak lucu…..nggak lucu sama sekali nggak lucu, becanda kamu keterlaluan…..tai…tai…!!!!” Alex menyumpah-nyumpah bahkan saking marah dan jengkelnya ia sampai terjongkok-jongkok, saya ditampar bukan marah tapi bahkan tertawa sekeras-kerasnya, semua orang pada bingung. Saya meminta maaf padanya sambil terus tertawa, tapi Alex diam saja, kelihatan sekali ia sangat marah dipermainkan, mukanya merah padam, tapi harus bagaimana lagi ? Saya menawarkan padanya, mau tidur di rumah saya atau nginap di hotel. “Saya mau tidur di hotel dan capek, sekarang lekas tunjukan hotel saya !” katanya pendek penuh kejengkelan.
Alex saya bawa pulang ke rumah, di daerah Payangan, sebuah pondok berlantai dua, lantai bawah untuk ruang duduk, 1 ruang tidur tamu lengkap kamar mandi, ruang makan dan dapur. Lantai atas terdiri dari balkon luas dengan kamar tidur besar dan kamar mandi. “Ini hotelnya, lebih tepat disebut villa, mudah-mudahan kamu senang di sini !” kata saya dan membukakan kamarnya di lantai bawah. Alex terkesan dengan keindahan penataan gaya Bali, ia memandang sekelilingnya dengan senyuman, lantas masuk kamar dan menutup pintunya. Saya naik ke kamar saya di lantai atas, mandi, lantas menelpon beberapa klien dan menjadwal ulang perjanjian. Juga saya menelpon Kelian, Kepala Desa tempat saya tinggal meminta tolong sesuatu. Sejam kemudian saya dengar langkah di tangga kayu, Alex muncul di kamar saya, mukanya terperanjat. “Lho koq kamu juga di sini ? ini hotel atau rumahmu ? celetuknya dengan heran, saya menjawab ringan :”Ya, ini hotel atau penginapan yang saya sudah sewa 2 tahun, jadi kamu sekarang tinggal di penginapan, di hotel dan kebetulan kita satu atap!” Alex menarik nafas, tangannya diangkat ke atas, katanya :”Huh ….kalau kamu bukan keponakan Tante Ida kamu sudah saya tampar bolak balik !”
Ia berkeliling dan memeriksa kamar saya, foto-foto dan lukisan di dinding diperhatikan satu persatu, ia membuka pintu balkon yang menghadap taman di tengah kompleks rumah adat Bali itu. Saya menyetel music dari Secret Garden, suaranya lembut bahkan menyayat hati, dari lemari es kecil saya keluarkan Brem Bali dan 2 gelas berkaki. Bersamaan dengan itu terdengar suara kentong bertalu-talu dari jauh di luar rumah saya, itu tanda dari Kepala Desa yang tadi saya telpon. Saya buru-buru memanggil Alex, ia kembali dari balkon dan bertanya galak :”Ada apa ?” saya hanya menunjuk jendela persis di atas kepala tempat tidur saya “Coba kamu buka !” perintah saya, sambil mematikan lampu. Alex naik ke atas tempat tidur dan membuka jendela lebar-lebar. Jendela saya menghadap ke lembah Kadewatan. Alex memekik …….jauh di seberang lembah terlihat rangkaian huruf dari nyala obor dengan tulisan “WELCOME ALEX”. Saya menuang Brem ke dalam gelas, mengangsurkannya kepada Alex dan mengajaknya ber-toast “Selamat datang ke Bali !” kata saya, Alex menyikut perut saya, ia meneguk Brem dan berkata : “Hebat ! hidupmu indah, luar biasa indah, beruntung kamu bisa hidup seperti ini……gila….sungguh kamu gila ngerjain saya kayak begini !” lantas ia tertawa karena tidak bisa berkutik dengan perbuatan saya. Kami duduk bersila, berdiam diri di atas ranjang memandang ke lembah seberang, kamar saya kini hanya diterangi lilin-lilin, nun di seberang sana kalimat “welcome alex” mulai meredup. Saya melamun, Alex melamun, music saya ganti dengan sebuah lagu yang dikarang oleh Yang Mulia Sri Baginda Bhumipol Adulyadey, Raja Thailand, judulnya Blue Days, iramanya Blues. Arti lagu itu adalah sebagai berikut : Apalah artinya hari yang cerah tanpa mentari, atau malam yang damai tanpa rembulan, tetapi tiada lagi hari yang sendu ketika engkau hadir dalam hidupku. Mendengar syair dalam lagu itu, seketika Alex mengambil sebuah bantal dan meletakkannya dikaki saya. Matanya memandang ke langit lepas, tiba-tiba ia berbisik :”Herman, kamu pernah seks dengan lelaki ? maksud saya dengan sesama lelaki ?” saya terkejut mendengarnya, saya menjawab hati-hati : “Saya kurang jelas maksudmu” Alex mencari-cari tangan saya, lantas katanya : ”Suasana ini luar biasa indah ! romantis, ini moment paling indah yang pernah saya alami, saya nggak mau kehilangan moment ini, kalau kamu keberatan nggak apa-apa, tapi tolong bantu saya,!” saya mengulurkan tangan, Alex langsung menangkap jemari saya dan meletakkan di pipinya, saya mengusap-usap wajahnya, dagunya saya elus-elus. Alex meremas telapak tangan saya dan diciumnya, katanya : ”Saya belum pernah merasa emosi saya hanyut dalam romantisme seperti ini…..saya bukan gay, seumur hidup belum pernah berbuat atau ingin dipeluk laki-laki, tapi ini kenyataan…..tapi ini logis bahkan rational….saya ingin menikmati suasana romantis ini selengkapnya !” ia duduk dan memeluk bahu saya, cukup lama ia mendekap, kemudian ia menarik badan saya berbaring. Alex sangat sentimentil, ia betul-betul hanyut dalam suasana Bali yang menghipnotis, ia memeluk saya, mengelus-ngelus punggung dan menciumi kening dan rambut saya. Kemaluan saya langsung tegak !
Udara bertiup dingin, tanpa sadar saya mendekapnya, Alex semakin erat memeluk dan tiba-tiba ia memegang dagu saya dan mencium bibir saya sangat halus dan sopan. Saya membalas mencium pipi dan matanya, mengelus rambutnya, Alex sekali lagi mengecup bibir saya dan kami berciuman lama sekali. Tangan saya ditarik ke celananya, alat vitalnya terasa menonjol, saya mengelus-elus kepala kemaluannya yang masih lemas di balik celana, tapi daging itu semakin keras. Alex membuka celana dan tinggalah celana dalamnya, ia menjawil pinggang saya katanya :”Jangan egois, kamu buka juga !” dengan agak segan saya membuka kaos, Alex menarik celana pendek saya dan menjatuhkannya ke bawah “Ayo donk ! jangan kecewakan saya, saya serius ingin memuaskan diri, sebelum gairah ini hilang !” katanya jujur, ia lantas melepas semua pakaian di tubuhnya. Gantian saya melotot, tubuh Alex mulus bagai porselin, kulitnya khas Jepang, kuning langsat, sebuah tahi lalatpun tak ada, dadanya berkotak-kotak atletis, pentilnya kecil dan berwarna terang, seperti belum atau jarang disentuh orang. Kemaluannya disunat, bagus ! kulupnya sudah agak basah dan lengket, jembutnya rimbun dan agak lurus. Ketiaknya berbulu halus, lehernya jenjang, saya pandang wajahnya, setype dengan Richard Geere, bahkan lebih ganteng 3 kalinya, rambutnya yang jigrak juga pas betul dengan wajahnya yang teduh, damai, bibirnya tipis warna merah jambu. Semakin lama dipandang, Alex semakin tampan, saya memeluk pinggangnya dan menaruh wajah saya diperutnya. Alex menindih saya sebentar, menempelkan kemaluannya di atas perut saya, bibirnya menciumi leher dan lidahnya menari-nari lembut ditengkuk.
Pemuda peranakan itu menggauli saya dengan cara yang sangat sopan dan romantis, jemarinya meremas, menjalar dan mengelus leher, punggung, pinggul dan paha saya perlahan. Bibirnya mengecup setiap jengkal tubuh saya. Permainan pendahuluan ini begitu lama, kemaluan saya sudah tegak sedari awal, saya meremas alat vital Alex, daging kenikmatan yang tadi belum terlalu keras sekarang menegang, menjelma seolah sosis raksasa, kenyal-kenyal membal. Gairah saya menjadi penuh semangat, saya meremas dan mengocok daging itu hati-hati, sangat ingin kucium dan kukulum, tetapi merasa malu-malu. Alex sendiri mungkin begitu juga, ia ingin tapi mungkin bingung musti bagaimana. Saya percaya ia sering ngeseks layaknya anak-anak muda di Amerika, tetapi dengan lelaki mungkin ia belum pernah. Ia hanya memeluk, mencium dan mengocok kemaluan saya, jadi saya memutuskan menjadi kapten perjalanan mengarungi lautan kenikmatan.
Saya kembali duduk di ranjang, kepala Alex saya tarik dan menyuruhnya menjilati pentil saya, tubuhnya yang bersandar miring menyebabkan burungnya mudah dijangkau, saya remas sampai ia merintih pelan, kukocok-kocok dan ia mempercepat jilatan dan gigitannya di dada saya. Melihat ia sudah spanning barulah saya ciumi dan saya jilati kemaluan blasteran Yunani dan Jepang itu. Selama ini banyak teman-teman bilang orang Yunani dan Yugoslavia punya perkakas sangat besar. Kenyataannya milik Alex biasa-biasa saja, memang sangat besar untuk ukuran Indonesia, tetapi tidak terlalu Yunani. Mungkin darah Jepangnya menetralisir ukuran extra king size jadi king size belaka. Yang jelas kemaluan Alex patut mendapat anugerah “the perfect phallus” warnanya bagus….sungguh bagus….terang ! mulus ! istilah Yunani “sincere” tiada cacat, daging kenyal idaman para homo itu seperti dari plastic….…sempurna ! Kepalanya juga sempurna membulat berwarna semu kemerah-merahan sampai leher….batang hingga pahanya seperti pualam, bijinyapun bersiiiiiiiih…..apalagi pantatnya…busyet ! semok mulus dan…tiada kata-kata menggambarkannya ! Kemaluan itu akhirnya saya sedot-sedot sruput-sruput keluar masuk mulut sampai Alex hanya bisa melolong dan menggeram. Saya tarik kepalanya kuarahkan supaya ia mengemot kontol saya yang sudah tegang. Alex ragu-ragu, ia hanya mengocoknya, tapi saya mendorong lagi kepalanya dengan kasar, akhirnya ia mencium dan menjilati kepala kontol saya, mula-mula perlahan gaya amatir, tapi kemudian ia cepat menjadi pandai. Jilatan dan kulumannya mampu membuat saya meringkik, kemaluan Alex saya isap-isap semakin penuh gairah dan saya sedot-sedot. Seperti orang latah, Alex melakukan hal serupa, kontol Alex tiba-tiba mengencang dan berdenyut-denyut dalam mulut saya………crroooooooooooooooot ……… crooooot……!! Alex melepaskan pejunya dalam mulut, ia terpekik, ia menekan kontolnya dalam-dalam, tenggorokan saya seperti disodok ! kontolnya langsung saya cabut dari mulut, cairan kental Alex saya telan bulat-bulat, saya jilati dan saya klomot kepalanya sampai Alex kegelian dan mendorong kepala saya jauh-jauh ! “Kamu buas sekali ya……!” katanya terkejut melihat saya mengulum dan menjilati kepala kontolnya sampai hampir bersih. Ia berbaring mengangkang, saya terus saja berlutut sambil mengulum penisnya yang mulai melemas. Alex membiarkan saya terus mengoral kemaluannya, ia mengelus dan memijit-mijit punggung saya, lantas katanya :”Ayo saya bikin kamu juga keluar, saya nggak mau egois !” Kemudian ia menyuruh saya tiduran, ia mengepit penis saya dan menggeseknya sampai saya kegelian, setelah itu ia tiduran miring, mulutnya dihadapkan ke alat vital saya, dijilatinya dan langsung dimasukkan mulut, sisa batang saya yang ketinggalan digenggamnya dan dikocok-kocok sehingga membuat saya merasa diawang-awang, sejenak kemudian penis saya memuntahkan peju segar………Alex menjilati sperma yang meleleh di batang kontol saya sampai saya ngesot-ngesot kegelian. Dengan dagu dan pipi belepotan peju Alex menghambur memeluk saya, ia mencium saya dan berkata :”satu sama ya !”
Sambil berpelukan kami duduk berdua memandang keluar jendela, memandang Lembah Kadewatan yang agak berkabut, langit bermandikan bintang. Saya merasa kedinginan, saya menyelimuti tubuh kami berdua, sambil meneguk Brem kami terus berpelukan. Alex menciumi saya berulang kali, ia sungguh merasa bahagia. Fajar menjelang, matahari mulai naik, cahayanya kemerahan di seling warna biru tua, biru muda, terlalu indah semuanya dilukiskan, mata kami menjadi berat. Sambil bertelanjang di bawah selimut kami berpelukan dan terlelap.
Kami bangun hampir saat makan siang, selimut dan sprei acak adut, saya buru-buru menelpon klien saya dan mengajak mereka makan siang bersama. Besok saya harus membawa tour “the other side of Bali” pesertanya gerombolan the haves dari Amerika, pencinta perhiasan dan barang-barang seni bermutu tinggi. Saya menawarkan Alex, mengikuti tour saya atau pergi sendirian. Ia memilih ikut rombongan saya besok. Siangnya kami makan di Café Wayan, masakannya enak, suasananya juga ramah, klien-klien saya adalah pemesan perhiasan perak, atau lukisan. Kami makan dengan akrab dan urusan saya sekejab beres, karena dapat dikoordinasi dengan baik. Sehabis makan Alex saya pinjamkan motor teman dan ia keliling-keliling sesuka hati, sementara saya memeriksa jadwal perjalanan rombongan tour besok.
Kira-kira jam 18.00 sore Alex kembali ke rumah, ia mengajak mandi sama-sama, sayangnya saya sudah mandi. “Mandi saja sendiri, nanti malam baru kita mandi sama-sama” kata saya, Alex kelihatan agak kecewa, lantas ia bertanya : “Kita makan dirumah saja ya, aku kepingin merasakan makan di rumahmu seperti apa“ tapi terus terang saya sedang malas memasak, lebih senang makan di luar, lagipula bahan baku makanan sedang kosong. “Sudah nanti ada waktunya kita makan di rumah, sekarang kita makan di Batan Waru saja, kamu pasti suka makanannya” jawab saya. Alex sengaja saya ajak makan di sana, karena pengunjung di sana orang-orang terpelajar, sama seperti pengunjung Ary’s Warung atau Café Wayan.
Sambil makan Alex bercerita tentang keluarganya. Mereka sebelumnya tinggal di Minneapolis, katanya di sana banyak bekas GI, tentara US yang bertugas di Jepang dan membawa pulang istri dari Okinawa atau Fukuoka. Ayahnya dulu dinas di militer di Okinawa, selesai bertugas pulangnya menenteng oleh-oleh istri Jepang. Ia juga bercerita tentang pacarnya dahulu, yang orang Swedia, tapi ia sudah bosan, alasan lain juga karena ia kuliah di kota yang berbeda. Lebih lanjut ia menceritakan kuliahnya yang baru masuk, ia mahasiswa termuda, ia bercerita tentang kekasih barunya, seorang cewek Asia, mereka sering ML di pagi hari, sebelum kuliah, apartment mereka bersebelahan. Ia mengaku belum pernah ML dengan lelaki, saya adalah orang lelaki pertama baginya. Ia tidak kelihatan canggung, apalagi menyesal, ia menganggap segala sesuatu harus dinikmati secara total. Kejadian semalam baginya terlalu indah, katanya :”Suatu hari saya akan datang dengan pacar saya ke sini, Bali sungguh luar biasa, saya beruntung kamu menjadi host yang sangat baik” Alex tidak menanyakan apakah saya homo atau apakah saya punya pacar, orang bule bukan orang yang busy body, tidak mau tahu urusan orang. Malam itu kami pulang dan tidur di kamar masing-masing.
Keesokan harinya jam 08.30 saya sudah siap di depan Wantilan, seberang Puri Saren dengan 17 buah sepeda, Alex menemani peserta tour, suasana pagi sangat menyenangkan. Kami bersepeda menyusuri Jalan Suweta ke utara, menyusuri sawah mampir di rumah Made Bentul, pelukis Dewi Saraswati, mampir di rumah Wayan Repot pembuat bingkai lukisan, mampir ke pengrajin beads perak dan emas di Petulu mutar ke Andong dan makan siang di daerah Ceking, sawahnya indah berteras-teras. Setelah itu kami turun ke Selatan ke daerah Mas, kami berhenti di beberapa gallery, tapi yang terbaik adalah Gallery Ida Bagus Nyana Tilem. Di situlah patung-patung kayu terbaik yang dibuat di Bali, gallery khusus bagi mereka yang berselera tinggi. Meski harganya mahal, tetapi patung mereka fine-art, langganan mereka raja-raja, ratu-ratu, presiden, dan orang-orang hebat. Bagi kaum selera rendah silahkan pergi saja ke Pasar Sukawati.
Semua peserta tour sudah ngos-ngosan, usia mereka rata-rata 50 tahun ke atas, tetapi mereka bahagia, memborong banyak barang, kesemua itu akan diantar ke rumah saya. Jam 16.00 mereka saya ajak pulang ke rumah, cukup jauh, setiba di pondok saya, mereka saya persilahkan main-main di sungai. Seperti anak kecil mereka berebutan nyemplung ke air, pelayan-pelayan saya hilir mudik mengantarkan kopi dan aneka kue yang dihidangkan di atas rumput beralas taplak kotak-kotak merah putih. Seperti piknik saja. Jam 18.00 sebuah bis kecil datang dan membawa tamu-tamu saya pulang ke Amandari, semua mencium pipi saya mereka puas dan senang dengan perjalanan hari itu. Alex juga merasa senang, katanya :”Kamu memang host yang baik, trip tadi bagus….bagus sekali !” ia memuji, saya senang juga dan merasa lega. Malam itu saya mengajak beberapa teman dekat makan malam menyambut kedatangan Alex, ada beberapa teman Bali, rata-rata yang dulu sekolah di Amrik dan beberapa yang pernah sekolah di Eropa, ada 4 teman lain dari Jawa. Kami pergi makan di Warisan, Krobokan, jauh memang ! Tapi namanya menyenangkan tamu kemana saja boleh donk ! Pemilik Warisan adalah teman baik saya Dayu Sri, makanannya enak, suasananya juga romantis. Berbagai minuman membuat Alex sekali lagi hanyut dengan romantisme, tanpa malu-malu ia memegang tangan saya, matanya menatap mesra. Teman-teman saya pada bingung berbagai komentar diumbar antara lain :”Gile mujur amat sikh lu ! dapet brondong begini lucu” Alex sudah mulai mabuk, kemanjaan dan kekanak-kanakannya timbul. Kami pulang tengah malam, di mobil Alex ketiduran, sampai di rumah ia jalan terseok-seok dan langsung naik ke kamarku. Saya melepaskan baju dan celananya, membasuh muka, tangan, kaki dan tubuhnya, saya paling benci orang naik ranjang tanpa membersihkan badan. Tapi Alex menganggap perbuatan saya membersihkan badannya sebagai bagian dari romantism, cilaka…….gairahnya langsung naik ! Kemaluannya belum dipegang sudah ngaceng, ia menarik pinggang saya dan meloloskan kaos dan melomoti puting saya habis-habisan. Celana pendek saya ditarik paksa sampai robek, Richard Geere yunior itu menindih tanpa bicara, menggauli saya penuh semangat. Tangannya menjalar seperti gurita, lidahnya disapunya ke sekujur badan saya, liurnya yang beraroma alcohol melekat dan membasahi dada, leher dan selangkangan, perut saya habis diklomoti, mulutnya mulai menghirup dan mengisap penis saya. Alex yang kekanak-kanakan itu rupanya doyan sex ! Kemaluannya yang bagai pualam nampak bergoyang-goyang dari sela-sela paha dan pantatnya. Saya mulai bergairah, saya remas pantat yang molek itu, saya gigit sampai Alex menguik, lidah saya mulai menjulur dan mengelomot belahan pantat dan lubang anusnya yang masih sempit. Anusnya bersih dan wangi, saya sedot lubang anusnya dan saya jilati sampai ludah saya menetes dan mengalir membuat bijinya geli. Alex mendesah nikmat, ia mulai lebih berani, ia membalikkan badan menghadap muka saya dan menjejalkan penisnya yang sudah merah ke mulut saya. Sluuuuuup…….hmmmmmm sebentar saja kontol itu sudah menikmati permainan lidah saya, Alex mengejan-ngejan menahan rasa birahi yang bergolak tak karuan. Pantatnya maju mundur perlahan, ia meremas pentilnya sendiri, mengusapnya dan mencubit-cubit puting di dadanya supaya keindahan bersetubuh ini semakin menggelora. Kemaluan saya sudah ngaceng-ceng-ceng-ngaceng habis-habisan. Saya mendorong mundur Alex…..dan tabrakanlah kontol saya dengan pantatnya, tanpa ampun saya dorong kemaluan saya ke titik sasaran….lubang anus Alex yang masih perawan. Bahunya saya tekan dan saya naikkan pantat sekuat-kuatnya…….kontol saya menembus lubang pantat Alex tanpa permisi…….bleeeeeeeeeeeeeesssss ! Alex menjerit keras :”Aaaaaaaghhhh !!” pelayan saya berlari naik tangga dan mengetuk pintu, mereka terkejut dengan teriakan Alex, mereka pikir Alex terjatuh dari jendela. Alex tertawa sambil menahan nyeri, ia duduk menggantung dengan setengah kemaluan saya menancap di dalamnya. Ia berbisik :”Busyeeettt…. ternyata rasanya sakit sekali, penasaran kenapa homosex senang disakiti begini !” meski merasa kesakitan Alex bertahan ingin meneruskan sodomi session ini. Ia nekad menurunkan pantatnya dan sekali lagi ia menjerit sambil tertawa keras-keras, hal ini mengakibatkan otot cincinnya merapat dan mengempot berulang-ulang. Kontol saya jadi semakin enak, tanpa sadar saya mengangkat pantat saya dan memainkan gaya mesin jahit, tangan saya menahan tubuh Alex supaya ia tetap menempel dan tidak melepas kontol yang menancap di anusnya. Gerakan naik turun dan hujaman kontol saya hanya mampu Alex mendelik, mulutnya melongo seperti huruf O besar ! Supaya ia happy, tangan kanan saya akhirnya turun dan meremas-remas kemaluannya yang menyusut, saya gosok dan kocok, saya plintir dan telapak tangan saya basahi dengan ludah supaya bisa mengocok kemaluan Alex lebih nyaman.
Alex mulai keenakan, kontolnya mencuat dan menegang, saking enak dan geli, Alex jadi sempoyongan, pinggulnya ngelendot ke kiri ke kanan sehingga memluntir dan memutar kontol saya dalam anusnya. Goyangan dan goncangan yang saya kerahkan akhirnya membuat saya mencapai klimax, saya mendorong pantat saya tinggi-tinggi, menekan bahu Alex ke bawah, kontol saya memuncratkan peju bertubi-tubi…preeeeeetttttt…preeeeettttt pet !!! sekali lagi saya hujam kontol saya sedalam-dalamnya, Alex melolong dan menjepitkan anusnya kencang-kencang. Saking kegelian, ngilu dan nikmatnya tanpa sadar kemaluan Alex saya kocok sejadi-jadinya, Alex melenguh panjang, ia semakin menggoyang-goyangkan pantatnya, bahkan ia melonjak-lonjak di atas selangkangan saya, tool saya yang sudah muncrat rasanya seperti dicengkeram, rasanya luar biasa ketat dan licin, basah, enak nggak terkira, kontol saya nggak jadi lemes deh ! Kenceng lagi dan ngaceng seperti belum ngecret. Gantian sekarang saya mengaduh dan meronta-ronta, telapak tangan saya meremas dan mengocok kemaluan Alex simpang siur, semakin dahsyat dan…..peju Alex tiba-tiba saja menerjang wajah saya seperti mitraliur…… preeeeeeeet….creeeeeeeett….creeeeeeeeet……creeeeeeet…….ceeeeet…ceeeet…ceeeet !!! Alex memekik dan memekik keenakan, tubuhnya kejang-kejang, duburnya menyempit dan menjepit tool dalam duburnya..”Aaaaaaaaaaaggggggghhhhhhhhhhhh………….Leeeeeeeeexxx !!! ……..saya nggak kuat menahan gairah untuk meledak kedua kalinya………..srrrrrrrroooooooooottttttttt…..ssssrrrooooottt !!! peju saya membanjir dan mengalir sampai jauh seperti Bengawan Solo……..paha dan selangkangan saya basah keringat, basah air mani……lelehan peju bahkan membasahi sprei putih ranjang pengantin ! Alex terkulai lemas, kemaluan saya lunglai dan membebaskan diri dari anus perjaka negeri seberang. Kami berdua ngos-ngosan, sama-sama layu, sama-sama terjerembab setelah mengarungi puncak asmara.
Karena kesibukanku yang tiada terkira, setiap pagi Alex gentayangan sendirian, naik motor, tapi ia mengunjungi beberapa daerah sesuai advisku. Aku sendiri sebenarnya diam-diam mencari penilaian yang adil terhadap sebuah daerah. Katakan saja ia kukirim sebagai pengamat, apakah selama ini penilaianku terhadap suatu tempat cukup beralasan untuk dijual sebagai tujuan pariwisata atau kurang layak. Ada ribuan tempat di Bali yang belum dilirik orang, selama ini aku selalu sukses, tetapi aku perlu masukan dari orang lain, orang bule ! Dan Alex menjalankan tugasnya dengan baik. Saat kami makan malam kami bertukar pendapat dan aku tidak malu-malu menanyakan hal-hal yang tidak kuketahui, paling tidak pendapatnya sebagai turis muda ! Meskipun bukan the upper class of America, tetapi Alex berasal dari keluarga terpelajar, status merekapun middle up. Jadi pendapatnya turut aku pikirkan untuk menciptakan perjalanan liburan anak-anak muda ke Bali seperti dia.
Alex sangat menikmati hari-harinya, pagi ia mengamati pengrajin-pengrajin perhiasan, siang ia mengamati para seniman kayu, sore atau malam hari ia menyaksikan pertunjukan tarian. Ia keluar masuk galeri lukisan, museum dan sebagainya. Aku mengenalkan dia kepada teman-temanku seniman tulen, pelukis senior dan yunior, pemahat kenamaan, penyair dan pemotret. Ubud adalah surga para seniman, lembah pencinta seni. Margareth Mead mengatakan Ubud adalah surga para Bohemian. Sementara Bali sendiri merupakan surga yang nyata di muka bumi. Seperti siapapun, Alex jatuh cinta kepada Bali, kepada penduduknya yang ramah dan penuh persahabatan, cinta pada alamnya yang elok permai, ia terpesona bahkan tersihir dengan alunan music gamelan dan tari-tariannya yang menghipnotis.
Rencana Alex sebelumnya berlibur 3 bulan keliling Asia, ke Bali, Jakarta, Singapore, Hong Kong, Tokyo, Kyoto, Nara, Osaka dan Fukuoka. Kenyataannya ? selama 3 bulan Alex nyangkut di Bali, hatinya nyangkut dihatiku, toolnya nyangkut di anusku. Ia meniduriku penuh birahi setiap malam, menghabiskan gairah,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts