Cerita Sex Anak Manda Dari Keluarga Kaya Raya

Cerita Seks Anak Manda Dari Keluarga Kaya Raya – Takdirku untuk lahir di keluarga yang kaya raya sudah aku syukuri dan aku merupakan anak laki-laki yang lahir di antara kedua orang tuaku dan aku juga bersama dengan kakak perempuanku yang jarak umur diantara kami cukup jauh, sekitar 6 dan 7 tahun. Karena anak bungsu dan juga satu-satunya laki laki, jelas sekali kalo aku sangat dimanja. Apa saja yang saya inginkan, pasti dikabulkan. Semua kasih sayg tertumpah padaku.

Dari kecil aku selalu dimanja, sampai besarpun aku masih suka minta dikeloni. Aku suka kalo tidur sembari memeluk Ibu, Mbak Lisa atau Mbak Indira. Namun aku tak suka kalo dikeloni Bapak. Entah mengapa, mungkin badan Bapak besar dan tangani ditumbuhi rambut-rambut halus yang cukup lebat. Padahal Bapak paling bilang aku. Karena apapun yang saya ingin minta, selalu saja diberikan. Aku memang tumbuh menjadi anak yg manja. Dan sikapku juga terus seperti anak balita, meski umurku sudah cukup dewasa.

Pernah aku menangis menikah dan mengurung diri di kamar hanya karena Mbak Indira. Aku tak rela Mbak Indira jadi milik orang lain. Aku benci dengan suaminya. Aku benci semua orang bahagia yang melihat Mbak Indira diambil orang lain. Setengah mati Bapak dan Ibu membujuk serta menghiburku. Bahkan Mbak Indira menjanjikan macam-macam agar aku tak terus menangis. Memang tingkahku tak ubahnya seorang anak balita. Tangisanku baru berhenti setelah Bapak berjanji akan membelikanku motor. Padahal aku sudaH punya mobil. Namun memang sudah lama saya ingin membeli motor. Hanya saja Bapak belum bisa membelikannya. Kalo mengingat kejadian itu memang menggelikan sekali.
Bahkan aku sampai tertawa sendiri. Habis lucu sih.., Soalnya waktu Mbak Indira menikah, umurku sudah 21 tahun.

Hampir lupa, Saat ini aku masih kuliah. Dan kebetulan sekali saya kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta yang cukup keren. Di kampus, sebenarnya ada seorang perempuan yang menjadi perhatiannya begitu besar sekali. Namun aku sama sekali tak tertarik dengannya. Dan aku selalu menganggapnya sebagai kawan biasa saja. Padahal banyak-kawanku, terutama yg laki-laki bilang kalo perempuan itu kawan hati aku.

Sebut saja namanya Lidya. Punya wajab cantik, kulit yg putih seperti kapas, badan yg ramping dan padat berisi serta dada yg membusung dgn ukuran cukup besar. sebenarnya banyak laki-laki yang mencintai dan mengharapkan cintanya. Namun Lidya malah menyukainya. Sedangkan aku sendiri sama sekali tak peduli, menganggapnya hanya kawan biasa saja. Namun Lidya juga tak peduli. perhatiannya malah bertambah besar saja. Bahkan dia sering ke rumahku, Bapak dan Ibu juga senang dan berharap Lidya bisa jadi kekasihku.

Begitu juga dgn Mbak Lisa, sangat cocok sekali dgn Lidya Namun saya tetap tertarik dengan anda. Apalagi sampai jatuh cinta. Anehnya, hampir semua kawan bilang kalo aku pacaran sama Lidya, padahal aku merasa gak pacaran samanya. hubunganku dengan Lidya memang akrab sekali, meskipun tak bisa dikatakan sebagai solusi.

Seperti biasanya, setiap hari Sabtu sore aku selalu mengajak Bobby, anjing pudel kesayganku jalan-jalan mengelilingi Monas. Perlu diketahui, aku memperoleh anjing itu dan Mas Herlambang, suaminya Mbak Indira. Karena keyakinannya itu aku jadi menyukai Mas Herlambang. Padahal tadinya benci sekali, karena menganggap Mas Herlambang telah merebut Mbak Indira dan sisiku. Aku memang mudah sekali disogok. Apalagi oleh sesuatu yang aku sukai. Karena sikap dan tingkah laku sehari-hariku masih, dan aku belum bisa berpikir atau berpikir dewasa.

Tanpa terlupakan sama sekali, saya bertemu dengan Lidya. Namun dia tak sendiri. Lidya bersama Mamanya yg umurnya mungkin sebaya dgn Ibuku. Aku tak canggung lagi, karena memang sudah saling mengenal. Dan aku selalu memanggilnya Tante Amanda.

“Bagus sekali anjingnya..”, piji Tante Amanda.
“Iya, Tante. diberi sama Mas Herlambang”, sahutku bangga.
“Siapa namanya?” tanya Tante Amanda lagi.
“Bobby”, sahutku tetap dgn nada bangga.

Tante Amanda meminjamnya sedikit untuk berjalan-jalan. Karena terus-menerus memuji dan membuatku bangga, dengan senang hati meminjaminya. Sementara Tante Amanda pergi membawa Bobby, aku dan Lidya duduk di bangku taman dekat patung Pangeran Diponegoro yg menunggang kuda dengan gagah. Tak banyak yg kami obrolkan, karena Tante Amanda sudah kembali lagi dan menyapa Bobby sambil terus memuji. Membuat dadaku jadi berbunga dan padat seperti mau meledak. Aku memang paling suka kalo dibilang.

Oh ya.., Nanti malam kamu datang..”, ujar Tante Amanda sebelum pergi.

“Ke rumah..?”, tanya memastikan.
“Iya.”
“Memangnya ada apa?” tanya lagi.
“Lidya ulang tahun. Namun tidak mau. Katanya cuma mau merayakannya sama kamu”, kata Tante Amanda Iangsung memberitahu.
“Kok Lidya nggak bilang sih.?”, aku merasa sedih karena Lidya yg jadi memerah wajahnya. Lidya hanya diam saja.
“Jangan lupa jam tujuh malam ya..” kata Tante Amanda mengingatkan.
“Iya, Tante”, sahutku.

Dan memang tepat jam tujuh malam aku datang ke rumah Lidya. Suasananya sepi-sepi saja. Tak terlihat ada pesta. Namun aku disambut Lidya yg memakai baju seperti mau pergi ke pesta saja. Tante Amanda dan Oom Joko juga berpakaian seperti mau pesta. Namun tak terlihat ada seorangpun tamu di rumah ini kecuali aku sendiri. Dan memang benar, ternyata Lidya berulang tahun malam ini. Dan hanya kami berempat saja yg merayakannya.

Perlu diketahui kalo Lidya adalah anak tunggal di dalam keluarga ini. Namun Lidya tak manja dan bisa mandiri. Acara ulang tahun biasa-biasa saja. Tak ada yg istimewa. Selesai makan malam, Lidya membawaku ke balkon rumahnya yg menghadap langsung ke halaman belakang.

Entah entah. atau tak, Lidya membiarkan pahanya tersingkap. Namun aku tak peduli dengan paha yg indah padat dan putih terbuka cukup lebar itu. Bahkan aku tetap tak peduli meskipun Lidya menggeser duduknya hingga hampir merapat denganku. Keharuman yg menyebar dariku membuatku tak bergeming.

Lidya mengambil tangan dan menggenggamnya. Bahkan dia meremas-remas jari tangan. Namun aku diam saja, malah mengungkapkan wajah yang cantik dan begitu dekat sekali dengan lapangan. Begitu dekat sehingga saya bisa merasakan hembusan napasnya saat menerpa kulit. Namun tetap saja aku merasakan sesuatu.

Dan tiba-tiba saja Lidya mencium bibirku. Sesaat aku tersentak, tak menygka kalo Lidya akan seberani itu. Aku mengungkapkan dengan tajam. Namun Lidya malah membalasnya dengan sinar mata yang saat itu sangat sulit kuartikan.

“Kenapa kau diciumku..?” tanya polos.
“Aku cinta”, sahut Lidya agak ditekankan nada suaranya.
“Cinta..?” aku mendesis tak mengerti.

Entah kenapa Lidya tersenyum. Dia menarik dan membocorkan di atas pahanya yg tersingkap Cukup lebar. Meskipun malam itu Lidya mengenakan rok yg panjang, namun belahannya hampir sampai ke pinggul. Sehingga pahanya menjadi terbuka cukup lebar. aku merasakan halusnya kulit paha perempuan Namun sama sekali sekali sekali aku merasakan apa-apa.

Dan sikapku tetap dingin meskipun Lidya mengubahkan tindakan ke leherku. Semakin dekat jarak wajah kami. Bahkan badanku dengan badan Lidya sudah hampir tak ada jarak lagi. Kembali Lidya mencium bibirku. Kali ini bukan hanya mengecup, namun dia melumat dan mengulumnya dengan penuhl gairah. Sedangkan aku tetap diam, tak memberikan reaksi apa-apa. Lidya melepaskan pagutannya dan mengamati, Seakan tak percaya kalo aku sama sekali tak bisa apa-apa.

“Kenapa diam saja..?” tanya Lidya merasa kecewa atau menyesal karena telah mencintai laki-laki sepertiku. Cerita Dewasa

Namun tak.., Lidya tidak kecewa atau kecewa karena dia mengembangkan senyuman yang begitu dan manis. Dia masih memegangi leherku. Bahkan dia menekan yang membusung padat ke dadaku.

Terasa padat dan luar biasa. Seperti ada denyutan yg hangat. Namun aku tak tahu dan sama tak merasakan apa-apa meskipun Lidya cukup dengan kuat sekali ke dadaku. Seakan Lidya berusaha untuk membangkitkan gairah kejantananku. Namun sama Sekali aku tak bisa apa-apa. Bahkan dia menekan yang membusung padat ke dadaku.

“Memangnya aku harus bagaimana?” aku malah balik bertanya.
“Ohh..”, Lidya mengeluh panjang.

Dia seolah baru benar-benar menyadari kalo saya bukan hanya pernah pacaran, namun masih sangat polos sekali. Lidya kembali mencium dan melumat bibirku. Namun sebelumnya dia memberi tahu jika aku harus membalasnya dengan cara-cara yang tak pantas untuk disebutkan. Aku coba untuk menuruti keinginannya tanpa ada perasaan apa-apa.

“Ke kamarku, yuk..”, bisik Lidya mengajak.
“Mau apa ke kamar?”, pertanyaan tak mengerti.
“Sudah jangan banyak tanya. Ayo..”, ajak Lidya setengah paksa.
“Namun apa nanti Mama dan Papa kamu tak marah, Lin?”, tanya masih tetap mengerti keinginannya.

Lidya tak menyahuti, malah berdiri dan menarik tangan. Memang aku dibawakan seperti anak kecil, menurut saja ke dalam kamar perempuan ini. Bahkan aku tak protes ketika Lidya mengunci pintu kamar dan melepaskan bajuku. Bukan hanya itu saja, dia juga melepaskan celanaku hingga tersisa tinggal sepotong celana dalam saja mengetahui aku tak merasa malu, karena aku hanya memakai celana dalam saja jika di rumah.

Lidya memandangi badanku dan kepala sampai ke kaki. Dia tersenyum-senyum. Namun aku tak tahu apa arti semuanya itu. Lalu dia menuntun dan membawanya ke pembaringan. Lidya mulai menciumi wajah dan leherku. Terasa begitu hangat sekali hembusan napasnya.

“Lidya..”

Aku terkejut ketika Lidya melucuti sendiri, hingga hanya pakaian dalam saja yang menempel di tubuh. Kedua bola mataku sampai membeliak lebar. Untuk pertama kali Kalinya, aku melihat sosok tubuh sempurna seorang perempuan dalam keadaan tanpa busana. Entah mengapa, tiba-tiba saja dadaku berdebar menggemuruh Dan ada suatu perasaan yg tiba-tiba saja menghadirkan aneh di dalam hatiku.

sesuatu yang sama sekali aku tak tahu apa namanya, seumur hidup, belum pernah merasakannya. Debaran di dalam dadaku semakin keras dan menggemuruh saat Lidya memeluk dan menciumi wajah serta leherku. Kehangatan terasa begitu terasa sekali. Dan aku menurut saja saat dimintanya masalah. Lidya ikutan di sampingku. Jari-jari menjalari menjelajahi sekujur badanku. Dan dia tak berhenti menciumi bibir, wajah, leher serta dadaku yg bidang dan sedikit admin.

Tergesa-gesa Lidya membuka penutup terakhir yg melekat di tubuh. sehingga tak ada selembar benangpun yg masih melekat di sana. Saat itu pandangan mataku jadi nanar dan berkunang-kunang. Bahkan semakin terasa pening dan berdenyut membocorkan badan yg polos dan indah itu. Begitu rapat dengan badanku, sehingga aku bisa merasakan kehangatan dan kehalusan kulitnya. Namun aku masih tetap diam, tak tahu apa yang harus kulakukan. Lidya mengambil alih dan menaklukkannya di tempat yang membusung padat dan kenyal.

BACA JUGA : Cerita Sex Istriku Selingkuh

Dia membisikkan sesuatu, namun saya tidak mengerti dengan permintaannya. Sabar sekali dia menuntun jari-jari tangan untuk meremas dan memainkan bagian atas yang berwarna coklat kemerahan. Tiba-tiba saja Lidya. menjambak rambutku, dan membenamkan Wajahku ke dalam ruang. Tentu saja aku jadi gelagapan karena tak bisa bernapas. Aku ingin mengangkatnya, namun Lidya malah menekan dan terus membenamkan ke tengah depan. Saat itu aku merasakan sebelah tangan Lidya menjalar ke bagian bawah perutku.

“Oke..?!”.

Aku kaget setengah mati, ketika tiba-tiba merasakan jari tangan Limda menyusup masuk ke balik celana dalamku yg tipis, dan..

“Lidya, apa yang kau lakukan..?” bertanya tidak mengerti, sambil mengangkat mengangkat dari atas bahunya.

Lidya tak menjawab. Dia malah tersenyum. Sementara perasaan hatiku semakin tak menentu. Dan aku merasakan kalo bagian badanku yang vital menjadi tegang, keras dan berdenyut rasanya ingin meledak. Sedangkan Lidya malah menggenggam dan meremas-remas, membuat mendesis dan merintis dengan berbagai macam perasaan menjadi satu. Namun aku hanya diam saja, tak tahu apa yang harus kulakukan. Lidya kembali menghujani wajah, leher dan dadaku yang sedikit ringan dengan ciuman-ciumannya yg hangat dan penuh gairah membara.

Memang Lidya begitu aktif sekali, berusaha membangkitkan gairahku dengan berbagai macam cara. Berulang kali dia memandu kami ke tempat yg kini sudan polos.

“Ayo dong, jangan diam saja..”, bisik Lidya disela-sela tarikan napasnya yg memburu.
“Aku.., Apa yang harus kulakukan?” bertanya tidak mengerti.
“Cium dan peluk aku..”, bisik Lidya.

Aku berusaha untuk menuruti semua keinginannya. Namun demikian Lidya masih belum puas. Dan dia meningkatkan gairahku. Sementara bagian bawah badanku semakin menegang serta berdenyut.

Entah berapa kali dia membisikkan kata di telingaku dengan suara yang dihasilkan akibat hembusan napasnya yg memburu seperti lokomotif tua. Namun aku sama sekali tidak mengerti dgn apa yg d bisikkannya. Waktu itu aku benar-benar bodoh dan tak tahu apa-apa. Meski sudah berusaha melakukan apa saja yaang dimintanya.

Sementara itu Lidya sudah menjepit pinggangku dengan sepasang pahanya yg putih mulus. Lidya tepat di atas badanku, sehingga aku bisa melihat seluruh lekuk tubuhnya dgn jelas sekali.

Entah mengapa tiba-tiba sekujur badanku menggelelar ketika penisku tiba-tiba menyentuh sesuatu yang lembab, hangat, dan agak basah. Namun tiba-tiba saja Lidya memekik, dan membocorkan bagian penisku. Seakan-akan dia tak percaya dgn apa yg ada di depan matanya. Sedangkan aku sama sekali tidak mengerti. PadahaI itu Lidya sudah mempengaruhi gejolak membara benang dengan polos tanpa sehelai benangpun menempel di tubuh.

“Kau..”, desis Lidya terputus suaranya.
“Ada apa, Lin?” tanya polos.

“Ohh..”, Lidya mengeluhh panjang sembari menggelimpangkan punggung ke samping. Bahkan dia langsung turun dari pembaringan, dan menyambar pakaiannya yg berserakan di lantai. Sambil memandangiku yg masih terbaring dalam keaadaan polos, Lidya mengenakan lagi pakaiannya. itu aku melihat ada pemandangan yang mengecewakan di sorot matanya. Namun aku tak tahu apa yang mengecewakan.

“Ada apa, Lin?”, bertanya tak mengerti perubahan sikapnya yg begitu tiba-tiba.
“Tak.., tak ada apa-apa, sahut Lidya sembari merapihkan pakaiannya.

Aku bangkit dan duduk di sisi pembaringan. Memandangi Lidya yg sudah rapi berpakaian. Saya memang tidak mengerti dengan kekecewanannya. Lidya memang pantas kecewa, karena alat kejantananku mengikat saja lay. Padahal tadi Lidya hampir membawaku mendaki ke puncak kenikmatan.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts