POLISI DURENKU

SLOT GACOR

Musim duren tahun ini membuat aku pusing. Gimana nggak pusing? Saking banyaknya yang jual duren di pinggir jalan, dari arah sekolah sampai gang dekat rumahku semuanya bau duren. Walau aku sebenernya suka duren tapi kalau kelamaan mencium udara yang terkontaminasi aroma duren juga nggak enak, tapi malah enek! Untung aku terbantu dengan masker yang sengaja aku bawa untuk mengurangi debu yang masuk ke hidung jadi sedikit berkurang beban hidung mancungku ini. Pokoknya kalau bule-bule lewat jalanan ini pasti mereka muntah deh. + a

Musim duren memang menjadi berkah tersendiri bagi penjual duren tetapi musim duren kali ini tidak hanya menguntungkan bagi mereka namun juga menjadi berkah tersendiri buatku.Kok bisa ya? Kasih tau nggak yahhhhh???? Hehehehe.. Karena pada cerita kali ini, semua ada hubungannya dengan buah duren dan “duren”,duda keren. Nah lho duda keren toh? Huh… Pantesan. Duren yang aku temui ini bukan sembarang duren. Dia adalah seorang duren dan juga seorang polisi dan yang paling anehnya lagi hubungan kami berawal dari buah duren. I Love Duren! + a

Aku ingat, hari itu jum’at sore. Aku yang dari tadi main PS sendirian di rumah tiba-tiba dipanggil ibu. + a

“Bayu… Cepet kemari…”, panggil ibuku dari arah dapur. + a

Padahal aku lagi asik main game tempur. “Bentar… lagi nanggung nih bu”, tolakku. Aku dengan cekatan menekan-nekan tombol di stik. + a

“Cepet Bay… Ini ada pesen dari tentemu!”, desak ibu. + a

Ih… Ibu nggak asik banget sih. Akupun bergegas mendatangi ibu dan langsung mematikan PS beserta TV. + a

“Ada apa sih Bu?”, tanyaku ketus. + a

“Tantemu mau dibeliin duren katanya. Tadi telepon ibu. Kamu carikan duren yang enak gih. Ambil uangnya di tas ibu didekat lemari”. Ibu tampak sedang sibuk menyiangi sayur. + a

Aku dengan agak cemberut bertanya, “Berapa buah bu?”. + a

“Bawa uang 50. Kalau ada yang 25, beli dua tapi kalau lebih dari dua lima beli satu aja. Kamu cariin yang manis lho Bay. Kamu tau kan gimana ciri-ciri duren yang manis?”. + a

“Iya, tenang aja”. Dengan masih agak malas aku menuju kamar ibu dan mengambil uang selembar 50 ribuan. + a

Tanteku itu memang nyebelin banget. Beliau sedang hamil muda dan ngidam. Kenapa nggak suruh suaminya aja yang beliin eh malah aku yang disuruh. Mentang-mentang aku deket sama pedagang duren, dia seenaknya nyuruh mama beliin dia duren. Otomatis kalau mama sibuk aku deh yang musti menuhin permintaannya. Kenapa nggak kesini aja sih, kan aku nggak repot kayak gini. + a

Aku menghidupkan motor matic-ku lalu bergegas menuju tempat orang jualan duren. Sengaja aku berkeliling kota sebentar supaya nggak cepet balik ke rumah, itung-itung cari angin segerlah. + a

“Duren-duren-duren… 20 ribu!”, teriak salah seorang pedagang buah dipinggir jalan berusaha menawarkan dagangannya. + a

Nah, murah tuh. Aku menepi dan turun dari motor. + a

“Duren dek?”, tanya pria itu. + a

“Berapaan bang?”. + a

“20 aja. Manis-manis lho ini. Kami jual murah hari ini soalnya kami mau segera pulang”. + a

“Boleh pilih nggak?”. + a,,,,,,,,,,,,,

“Boleh. Tentu boleh. Silahkan adek mau yang mana? Semua 20 ribu saja”. + a

Aku mulai memilih-milih dengan teliti pada duren yang aku yakini bercita rasa manis dan legit. Aku cium-cium buah duren itu dan aku perhatikan setiap tangkainya. Tiba-tiba… + a

“Permisi mas. Berapaan durennya?”, tanya orang itu pada tukang buah. + a

“20 aja pak. Manis-manis itu”, jawab tukang buah. + a

Aku awalnya tidak memperhatikan calon pembeli disampingku ini karena aku masih sibuk dengan mencari-cari duren yang enak. + a

“Ini kayaknya manis dek”, tegurnya sambil memegang duren didepanku. + a

Aku menoleh kesumber suara itu. Bruak! Hampir saja aku jatuh kearah tumpukan duren, ternyata orang yang ada disampingku ini adalah seorang polisi berpangkat IPTU dan ku taksir umurnya sekitar 30 tahunan, Kulitnya coklat terbakar, tubuhnya tegap berisi dan senyumnya itu lo yang bikin aku mau ambruk, manis sekali karena dia memiliki bibir yang tipis. Tulisan Panji Arifin tertera jelas di dadanya. + a

“Memangnya kaya gimana duren yang manis pak?”, tanyaku pura-pura nggak tahu. Sebenarnya itu Cuma modus agar dia mau memilihkan aku duren. Hehehe ;> + a

“Pertama liat tangkainya, kalau rata berarti itu dipotong sebelum matang. Terus aromanya jelas tercium, bukan samar-samar…”. + a

Aku nggak memperhatikan ucapannya tapi aku lebih tertarik buat perhatiin cara dia menjelaskan. + a

“Bapak pilihin aku dong. Takutnya nanti aku salah pilih”, pintaku. + a

Dengan senang hati dia memilihkan tiga biji duren yang paling baik. + a

“Punya bapak kok dua saja?”, tanyaku ketika melihat dua buah duren yang dia sisihkan untuk dibelinya. + a

“Dua aja nggak abis…”. + a

Dia kembali tersenyum manis. Ini polisi kok cakep banget ya… Andaikan aku bisa kenal lebih jauh dengan dia. + a

Akhirnya aku memutuskan untuk pulang ketika duren yang ada didepanku sudah cukup meyakinkan. Aku sebenernya ingin menawar 3 buah duren itu dengan harga 50 ribu pada abang tukang buahnya. Kali aja aku berhasil. + a

“Berapa bang punyaku?”. + a

“60 dek”. + a

“3, 50 ya bang?”. + a

“Nggak bisa dek, itu sudah harga murah lho. Mana ada yang jual duren 20 ribu sekarang”, tolaknya. + a

“Duren yang inikan kecil bang, jadi 3 biji 50 ya?”, rayuku lagi. + a

“Maaf dek. 50 dapet dua aja”. + a

Ini abang pelit banget. Ya sudahlah… + a

“Adek mau beli 3 biji?”, tanya pak Arif padaku. + a

“Iya pak, maunya sih begitu tadi tapi nggak bisa ditawar-tawar lagi”. + a

“Bang, punya saya berapa?”, tanya pak Arif sambil mengangkat dua buah duren yang sudah terikat tali ditangannya. + a

“40 pak”. + a

Related posts